Kepala Desa Gunung Sari : “Saya Tetap Akan Lawan, Biarpun Di Pengadilan”

“Saya berharap perkara ini tidak berlanjut ke Pengadilan. Karena bagaimanapun juga, kita akan sama-sama rugi. Yang menang jadi arang, kalah jadi abu. Namun dengan hadirnya Pengacara yang membuat suasana tidak enak, maka kami siap menghadapinya,” tegas Ketut Pastika, S.H, Kepala Desa Gunung Sari, Seririt, Buleleng.

Buleleng, Porosinformatif – Petikan ucapan diatas merupakan ketegasan dari Kepala Desa Gunung Sari, Ketut Pastika, S.H kepada awak media saat conpress di Kantor Perbekel Gunung Sari pada hari Senin (29/06) kemarin, bersama beberapa tokoh masyarakat yang mengetahui seluk beluk tanah (dalam hal ini, yang disertifikatkan keluarga Made Astawa).

“Saya mewakili masyarakat, apapun yang dilakukan oleh Made Astawa sekeluarga, kita akan layani. Jalur hukum ya kita ikuti juga ke jalur hukum. Meskipun kita tidak mempunyai bukti secara otentik, tapi kita memiliki saksi-saksi yang masih hidup,” ujarnya.

Pastika menegaskan, bahwa didalam kepengurusan sertifikat, ada dugaan surat palsu.

“Dugaan saya didalam surat kepengurusan, dia memakai surat palsu. Mudah-mudahan kita temukan bukti itu di BPN. Karena saat mengurus permohonan sertifikat, dia itukan memakai surat permohonan seperti surat sporadik, silsilah atau apapun,” terangnya.

Adapun pada tanggal 25 Juni 2020, Ketut Pastika menyampaikan, bahwa saat ke Polres masih merupakan aduan. “Kita sudah diperiksa, adat dan sekretaris serta Gede Suradnya selaku mantan Perbekel juga sudah diperiksa,” imbuhnya.

Diwaktu yang bersamaan, Ketut Suastara Yasa (51th) anak daripada Nyoman Mandra (78th) yang mengaku juga mempunyai hak diatas tanah yang disengketakan kurang lebih 4 are, menyampaikan bahwa pada saat itu mengakui pernah menanda tangani selembar surat atas permohonan sertifikat.

“Saya memang sempat bertanya kepada pak Kadek. Dan tahu bahwa tanda tangan tersebut untuk permohonan sertifikat, namun tidak mengetahui tanah sebelah mana. Jika kalau tahu tanah yang disertifikatkan adalah tanah fasilitas umum itu, maka saya tidak akan mau menanda tanganinya,” terangnya.

Nengah Windra masyarakat yang dituakan dan yang merasa keberatan, juga berharap agar tanah tersebut dikembalikan ke masyarakat.

“Dari awal tanah tersebut sudah menjadi fasilitas umum. Biar tidak ada gejolak di desa, bagi siapapun atau cucunya, janganlah merasa memiliki tanah yang sudah dipakai untuk masyarakat. Apalagi urusan itukan sudah dari orang-orang tua yang sudah lewat sedemikian rupa,” tegasnya.

Diakhir perbincangan bersama media, beberapa masyarakat termasuk Ketut Pastika selaku Perbekel berharap agar Made Astawa sekeluarga rela dan mau mengembalikan tanah tersebut yang notabene merupakan tanah untuk fasilitas bersama.

Editor : Totok Waluyo
Reportase : Totok Waluyo