Bali Catat Inflasi di Penghujung Tahun, Lampaui Nasional

Editor : Totok Waluyo | Reportase : Totok Waluyo

Denpasar, Porosinformatif – Provinsi Bali mencatat inflasi sebesar 0,68% (mtm) lampaui inflasi nasional yang tercatat di 0,45% (mtm) di penghujung tahun 2020. Setelah berturut-turut dari bulan April hingga Oktober 2020, Bali mengalami deflasi.

Berdasarkan data yang dirilis oleh Kantor Perwakilan wilayah Bank Indonesia Provinsi Bali, dari penghitungan data di BPS, inflasi terjadi di dua kota yaitu Denpasar 0,62% (mtm) dan Singaraja 1,08% (mtm).

“Dengan demikian, maka inflasi Bali tercatat 0,80% (yoy) sepanjang tahun 2020, meski lebih rendah dibandingkan inflasi nasional sebesar 1,68%,” ujar Trisno Nugroho Kepala KPwBI Bali seraya menjelaskan, bahwa inflasi yang terjadi merupakan inflasi terendah di Provinsi Bali.

Trisno lebih dalam menyampaikan, inflasi di penghujung tahun 2020 ini terjadi karena adanya peningkatan harga di seluruh kelompok barang.

“Hal ini memang sejalan dengan banyaknya permintaan di tengah musim liburan,” ujarnya.

Cabai rawit, cabai merah, daging ayam ras, tarif angkutan udara serta harga perlengkapan upacara keagamaan yaitu canang sari.

“Meskipun demikian tekanan harga lebih mendalam tertahan dengan berlanjutnya penurunan harga emas perhiasan dan angkutan antar kota,” jelas Trisno yang beberapa hari lalu meresmikan BI Corner di beberapa sekolah.

Kelompok volatile food mengalami kenaikan harga sebesar 3,18% (mtm) dibandingkan bulan sebelumnya. Peningkatkan harga terlihat untuk komoditas cabai rawit, daging ayam ras, cabai merah, tomat, dan daging babi.

Peningkatan harga komoditas hortikultura disebabkan oleh menurunnya jumlah pasokan menjelang musim tanam di tengah peningkatan permintaan pada libur panjang di akhir tahun 2020.

Selanjutnya, peningkatan harga juga disebabkan oleh rendahnya pasokan daging babi sebagai dampak berkelanjutan dari virus yang menyerang ternak babi di tahun 2020.

Kelompok barang administered price mencatat peningkatan harga sebesar 0,23% (mtm). Peningkatan tekanan harga pada kelompok ini disebabkan oleh naiknya tarif angkutan udara sejalan dengan adanya cuti bersama di akhir tahun 2020.

“Adapun peningkatan lebih lanjut tertahan oleh turunnya tarif angkutan antar kota,” katanya.

Kelompok barang core inflation mencatat peningkatan harga sebesar 0,25% (mtm) dibandingkan dengan bulan November. Naiknya tekanan inflasi ini terjadi terutama pada canang sari, laptop/notebook, dan air kemasan.

“Jadi harga canang sari meningkat seiring dengan peningkatan kegiatan keagamaan dan pembukaan hotel dan villa di akhir tahun,” menurut Trisno.

Namun demikian, peningkatkan lebih lanjut tertahan oleh penurunan harga emas perhiasan, dikarenakan sejalan dengan turunnya harga emas dunia pasca redanya ketidakpastian ekonomi global.

Selain itu, masih rendahnya pendapatan masyarakat juga menyebabkan penurunan permintaan terhadap barang tahan lama dan barang tersier, seperti mainan anak.

Dalam arahannya, Kepala KPwBI Bali juga mengimbau kepada TPID Kabupaten/Kota dan Provinsi agar terus berupaya menjaga kestabilan pasokan dan harga di masyarakat, di antaranya meningkatkan penyerapan komoditas pertanian dengan berbagai program, seperti Pasar Gotong Royong.

Selain itu, TPID juga harus segera melakukan gerakan Lumbung Pangan guna memastikan distribusi kepada seluruh lapisan masyarakat di Bali dan mendorong digitalisasi pada UMKM pertanian.

“Bank Indonesia memperkirakan inflasi pada Januari 2021 akan tetap terkendali,” pungkasnya dan juga mengingatkan adanya tingginya curah hujan di Bali perlu diwaspadai, karena dapat meningkatkan harga kelompok barang volatile food.

Menghadapi potensi tantangan tersebut, Bank Indonesia Provinsi Bali akan tetap konsisten menjaga stabilitas harga dan memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah Daerah melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) guna memastikan inflasi terjaga dalam kisaran sasaran nasional, salah satunya melalui himbauan agar petani tetap menanam sesuai dengan siklusnya agar pasokan tetap mencukupi di kemudian hari.(*)