Harga Kedelai Melangit, Pedagang Tempe Sanan Menjerit

Editor : Totok Waluyo | Reportase : Buang Supeno

Malang, Porosinformatif – Beberapa waktu lalu Badan Pusat Statistik Kota Malang menyampaikan, Kota Malang mengalami inflasi sebesar 1,42% (yoy) berdasarkan Indeks Harga Konsumen 2020 Kota Malang sebesar 0,34%. Namun tidak dibarengi kenormalan harga di beberapa komoditas barang.

Seperti halnya melangitnya harga kedelai yang membuat para pedagang tempe wilayah Sanan Kota Malang menjerit.

Dimana Sanan salah satu sudut dari Kota Malang sebagian besar masyarakatnya adalah para pengusaha UMKM pembuat tempe. Oleh karenanya selain dikenal kota Apel, Malang juga disebut sebagai kota tempe.

Hal ini ditegaskan Sonhaji (30th) salah satu pedagang tempe di Sanan, Malang, Rabu (6/1) kepada Porosinformatif.

Menurutnya, menurunnya omzet penjualan diakibatkan menipisnya keuntungan harga jual yang tidak dibarengi naiknya nilai jual tempe di masyarakat.

Lebih lanjut, Sonhaji menyampaikan bahwa fenomena ini didasari adanya kenaikan harga bahan dasarnya yaitu kedelai.

“Harga kedelai naik mas, dari 7000 per kilonya sekarang sudah mencapai 9200,” katanya.

Disinggung kenapa harus memilih kedelai impor dibandingkan lokal.

“Kedelai impor selain lebih awet, ukuran biji kedelainya lebih besar dan rasanya lebih enak daripada yang lokal,” ujarnya.

Ditambahkannya kedelai lokal cepat mengalami basi saat pengolahan.

Dirinya menyadari di tengah pandemi, hampir seluruh masyarakat Indonesia mengalami keterpurukan ekonomi. Para pelaku UMKM kota Malang daerah Sanan khususnya yang sebagian besar pembuat tempe baik itu mentah maupun berupa jajanan berupa kripik, mengalami hal yang sama rasa.

“Kami berharap pemerintah bisa segera mengatasi permasalahan ini. Pandemi belum selesai, kami malah dihantam lagi dengan harga kedelai naik. Semoga saja nanti bisa ada solusi,” tandasnya.(*)