Inovasi dan Digitalisasi, Solusi Kebangkitan Ekonomi

Editor : Totok Waluyo | Reportase : Totok Waluyo

Denpasar, Porosinformatif – Pembatasan mobilitas manusia di tengah pandemi Covid-19 telah mendorong pergeseran perilaku menjadi serba digital, dengan peralihan kegiatan offline menjadi online.

Pada saat ini seluruh generasi terutama generasi milenial telah menjadi semakin akrab dengan digitalisasi. Sebut saja berbagai e-commerce lokal hingga mancanegara, aplikasi sosial media, aplikasi jasa pembayaran, aplikasi ticketing, aplikasi hiburan, aplikasi logistik, investasi, hingga aplikasi virtual meeting seperti webinar yang sudah sangat melekat di kehidupan sehari-hari.

Tema “Inovasi & Digitalisasi: Solusi Kebangkitan Ekonomi” dalam webinar rangkaian peringatan HUT ke-52 tahun Undiknas pada hari Kamis (18/2), sangat relevan dengan kondisi ditengah pandemi.

Dimana seluruh lapisan masyarakat terutama generasi millenial harus mampu beradaptasi dengan tatanan hidup baru serta mampu menciptakan inovasi-inovasi khususnya yang berbasis digital guna mendorong roda perekonomian agar dapat bangkit kembali.

Dalam kesempatan itu, Kepala Perwakilan wilayah Bank Indonesia Trisno Nugroho saat menjadi keynote speaker menegaskan, Covid-19 telah menyebabkan perekonomian nasional mengalami kontraksi yang dalam.

Pertumbuhan ekonomi nasional pada keseluruhan tahun 2020 tercatat terkontraksi sebesar -2,07% (yoy).

Adapun Bali sebagai penyumbang devisa pariwisata nasional terbesar menjadi provinsi yang paling terdampak dengan angka pertumbuhan ekonomi pada tahun 2020 sebesar -9,31% (yoy).

“Meskipun demikian apabila dilihat perkembangan triwulanannya, pada triwulan IV tahun 2020 mulai terjadi tren pemulihan pertumbuhan ekonomi baik nasional dan Bali yang membaik masing-masing sebesar 1.30% (qtq) dan 0.94% (qtq),” terangnya.

Pemulihan ini, selain merupakan hasil dari upaya penanganan Covid-19 yang dilakukan berbagai pihak, juga merupakan bukti bahwa masyarakat kini mulai mampu beradaptasi dengan kebiasaan perilaku baru yang sesuai dengan kondisi yang ada yaitu digitalisasi.

“Indonesia merupakan pasar besar dan sangat potensial untuk menyerap arus digitalisasi,” paparnya.

Merujuk pada data riset “We Are Social (2020)”, penetrasi penggunaan smartphone, internet dan sosial media di Indonesia jauh lebih besar dibandingkan dengan negara berpopulasi besar lainnya dengan jumlah generasi millenial yang cukup dominan.

Jumlah start up digital saat inipun sudah sangat besar di Indonesia mencapai 2.196 start up dan 5 diantaranya adalah Unicorn.

“Indonesia sendiri menurut riset Mckensi disebut sebagai the fastest growing country in digital economy,” jelasnya.

Pergeseran perilaku ini dibarengi dengan potensi digitalisasi yang tinggi, sehingga memunculkan berbagai inovasi-inovasi layanan digital di berbagai sektor ekonomi. Contohnya seperti “banking from home” is the new banking model.

“Disini semua pihak dapat mengakses layanan perbankan secara nir sentuh dari mana saja dan kapan saja,” bebernya.

Taxi delivery grocery, fuel on delivery, contactless services, resto at home hingga supermarket booking spot. Semua inovasi-inovasi digital ini memerlukan dukungan sistem pembayaran melalui penguatan digital payment from offline to online payment yang berbasis nir sentuh yang sesuai dengan rekomendasi WHO seperti QRIS (QR Code Indonesian Standard).

Salah satu kebijakan Bank Indonesia yang mendukung akselerasi sistem pembayaran nontunai berbasis digital adalah QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) dengan prinsip CeMuMuAH (cepat, mudah, murah, aman dan handal).

QRIS bukanlah aplikasi, melainkan kebijakan standarisasi QR Code Pembayaran sehingga satu QR dapat dibaca oleh semua aplikasi.

“Selain itu, QRIS juga semakin memudahkan masyarakat baik merchant maupun buyer karena cukup memiliki satu aplikasi dengan cukup satu sumber dana pembayaran,” urai Trisno kepada seluruh peserta webinar.

QRIS sebagai cara bayar nirsentuh telah mengalami akselerasi yang sangat cepat sejalan dengan inovasi digitalisasi yang bergeser mengikuti prinsip cleanliness, health, safety, and environmental (CHSE), karena tidak membutuhkan kontak fisik baik langsung maupun tidak langsung (tanpa tatap muka) dalam prosesnya.

“Diharapkan Qris dapat semakin meningkatkan efisiensi dan efektivitas dari proses bisnis yang ada sehingga akan berdampak pada percepatan kebangkitan geliat perekonomian Bali,” harapnya.

Lebih lanjut, Trisno menyampaikan, per posisi 11 Februari 2021, jumlah merchant yang sudah menerapkan digitalisasi pembayaran berbasis QRIS di Provinsi Bali tercatat sebanyak 187.043 merchant, atau meningkat 633% bila dibandingkan dengan tahun 2020.

Ekspansi jumlah merchant tersebut mampu meningkatkan penggunaan transaksi digital berbasis QRIS di masyarakat dengan jumlah transaksi lebih dari 269 ribu kali transaksi dengan nominal mencapai Rp 22,72 miliar pada akhir Desember 2020 dimana 70% berasal dari transaksi pada usaha mikro, kecil dan menengah.

“Saat ini, wilayah Bali menjadi Provinsi ke-8 dengan jumlah merchant terbesar di Indonesia dan hal ini saya yakini akan terus meningkat terutama dalam tatanan hidup era baru saat ini,” pungkas KPwBI Bali ini.(*)