Editor : Totok Waluyo | Reportase : Totok Waluyo
Denpasar, Porosinformatif – Hadir sebagai solusi di tengah masyarakat di masa pandemi, Institute for Essential Services Reform (IESR) gelar media briefing kepada Jurnalis lokal Bali pada hari Jum’at (5/3/2021) di Denpasar.
Diharapkan informasi tentang energi terbarukan yang dikeluarkan Gubernur melalui Peraturan Gubernur nomor 45 tahun 2019 tentang Bali Energi Bersih sesuai visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali, bisa dipahami dan diaplikasikan dalam kehidupan masyarakat Bali.
Dalam kesempatan ini, Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute of Essential Services Reform (IESR) memaparkan, saat ini Indonesia termasuk negara-negara dengan pertumbuhan ekonomi tinggi di kawasan Asia Tenggara menuntut penggunaan internet yang masif.
Dimana sekitar 65% penduduk Indonesia adalah active internet users. Sehingga dibutuhkannya ketersediaan pusat data (data center) yang handal di Indonesia.
“Salah satu karakteristik dari data center adalah 24 jam operasional, dan energi yang dibutuhkanpun relatif besar,” ujarnya.
Secara global penggunaan energi untuk data center, menurut Fabby sebesar 200 Tera Watt Hour, sehingga perlu ada langkah antisipatif untuk menyiasati kebutuhan energi dalam jumlah besar ini.
“Melihat tren global yang menuju karbon netral, adalah hal yang tepat untuk menggunakan energi terbarukan untuk memenuhi kebutuhan energi di data center,” tegasnya.
Ada 2 manfaat langsung saat menggunakan energi terbarukan sebagai pemasok daya di data center. Pertama peningkatan efisiensi energi dan peningkatan penggunaan energi terbarukan.
“Jadi selain menyediakan kebutuhan pasokan energi 24 jam non-stop dalam membuat data center. PLTS atap ini juga memberikan purna jual bagus sebagai investasi,” terang Fabby.
Dalam ruang lingkup nasional, saat ini Indonesia masih harus mengejar target Persetujuan Paris untuk mencapai 23% bauran energi terbarukan. Dan Indonesia baru diangka sekitar 11,5%.
“Menurut perhitungan IESR, bauran 23% baru akan tercapai jika 70% pembangkit listrik kita dari energi terbarukan. Dengan mendorong sektor industri seperti data center untuk menggunakan energi terbarukan otomatis akan berkontribusi pada tercapainya target bauran energi tersebut,” bebernya.
Selain itu, penggunaan energi terbarukan on-site akan sangat relevan untuk mengejar komitmen perusahaan untuk menjadi RE100.
Fabby menegaskan, untuk mendukung akselerasi energi terbarukan, khususnya PLTS atap, perlu reformasi regulasi seperti perbaikan tarif net-metering, kemudahan prosedur untuk memasang PLTS atap, juga ketersediaan informasi yang merata.
“Adanya perubahan dari sisi regulasi dan kebijakan akan menjadi sinyal positif bagi investor,” tandasnya.
Meski demikian, terdapat sejumlah tantangan untuk adopsi PLTS atap secara masif. Pengetahuan dan pemahaman teknologi PLTS masih minimal, juga tingkat literasi dan kesadaran masyarakat.
“Untuk itu sosialisasi dan dorongan kepada pemerintah kabupaten/kota terkait regulasi juga harus terus dilakukan,” pungkasnya.
Untuk Info lebih lanjut, klik gambar di bawah ini: