Editor : Totok Waluyo
Poros Opini:
Dr. Ir. Gede Sedana, M.Sc.MMA
Rektor Dwijendra University
Ketua HKTI Buleleng
Wakil Ketua Perhepi Bali
Denpasar, Porosinformatif – Pasokan pangan (beras) di masyarakat sangat ditentukan oleh faktor lingkungan (fisik dan non-fisik) selain internal di tingkat petani.
Berkenaan dengan usaha tani padi, sebagian besar para petani produsen mempunyai beberapa keterbatasan yang sekaligus menjadi kendala di dalam mewujudkan tercapainya produktivitas dan kualitas padi yang sesuai harapan.
Faktor lingkungan sering berpengaruh terhadap produktivitas dan kualitas tanaman padi yang diusahakan oleh petani adalah perubahan cuaca yang tidak mendukung, seperti kekeringan dan atau air hujan yang berlebih, termasuk mendung yang berkepanjangan, sehingga pasokan sinar matahari menjadi berkurang.
Kondisi yang demikian ini dapat mengganggu ketahanan pangan di suatu daerah.
Rendahnya produktivitas tanaman padi dan disertai dengan teknologi pasca panen yang belum optimal, memberikan kontribusi pada rendahnya produksi beras.
Sementara itu, permintaan terhadap beras oleh masyarakat dan industri, tetap dan bahkan semakin meningkat.
Kebutuhan terhadap pangan (beras) senantiasa bertambah seiring juga dengan pertumbuhan penduduk. Dengan demikian, pemerintah dan stakeholder selain petani perlu mengambil upaya-upaya terobosan untuk menciptakan ketahanan dan bahkan kedaulatan pangan (beras).
Secara nasional, pemerintah telah memiliki berbagai program peningkatan produksi melalui penyediaan sarana produksi baik dalam bentuk subsidi maupun insentif lainnya, transfer teknologi oleh penyuluh pertanian lapangan.
Namun, belakangan ini produksi beras di Indonesia masih saja belum mampu memenuhi kebutuhan atau permintaan masyarakat. Sehingga, kebijakan impor beras sering menjadi pilihan yang cepat dan mudah bagi pemerintah.
Selain penggunaan dan perbaikan teknologi budidaya tanaman padi dan pasca panen yang ditujukan kepada petani produsen, diperlukan juga kebijakan yang diarahkan kepada konsumen.
Salah satu kebijakan di tingkat konsumen adalah diversifikasi pangan. Diversifikasi pangan dimaksudkan agar konsumen memulai untuk mengurangi atau mensubtitusi pangan yang berbahan beras sebagai sumber karbohidrat dengan komoditas lain.
Beberapa komoditas lain tersebut bisa singkong, jagung dan lain sebagainya.
Substitusi pangan ini harus disertai dengan introduksi berbagai teknik pengolahan pangan sehingga komoditas tersebut menjadi disukai oleh masyarakat.
Aneka olahan pangan menjadi alternatif untuk mendukung program diversifikasi pangan sehingga permintaan terhadap beras menjadi lebih kecil.
Pemerintah perlu memberikan edukasi kepada masyarakat melalui pendekatan banjar/desa-desa yang melibatkan peran serta keluarga di dalam melaksanakan program diversifikasi pangan.
Selain itu, pemerintah dan institusi lainnya juga agar memulai untuk menyediakan menu konsumsi berbahan non-beras (atau minim berbahan beras) di setiap kegiatannya.
Atau dengan kata lain, program ini dapat mengendalikan impor beras secara perlahan karena permintaan menurun, sementara di sisi lain produktivitas beras semakin ditingkatkan. Oleh karena itu, ketergantungan masyarakat terhadap beras semakin menurun.
Sekilas profil Penulis:
Ir : Sosial Ekonomi Pertanian, UNUD, 1987
M.Sc : Social Development, Ateneo de Manila University, Filipina, 1994
MMA : Manajemen Agribisnis, UNUD, 2006
Dr : Manajemen Agribisnis, UNUD, 2013
Mengikuti short course di Wageningen University, Belanda, 2012.