Editor : Totok Waluyo | Reportase : Totok Waluyo
Denpasar, Porosinformatif – Perkuat pemikiran Raden Ajeng Kartini dalam hidup dan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam memperingati Hari Kartini pada hari ini Rabu (21/4/2021).
Dekan Fakultas Hukum Universitas Dwijendra Denpasar Dr. A. A. Sagung Ngurah Indradewi, SH., MH menyampaikan, upaya pemerkuatan dalam emansipasi perempuan Hindu Bali pada kesetaraan gender.
Saat ditemui di kantornya, Dekan Fakultas Hukum Universitas Dwijendra Denpasar ini mengatakan, menilik apa yang diperjuangkan RA Kartini saat itu adalah agar kaum perempuan lebih cakap dalam menjalankan kewajibannya.
“Bukannya untuk bersaing dengan kaum pria,” ujar Sagung.
Dirinya menjelaskan, dalam Kitab Suci Weda pun diterangkan bahwa perempuan setara dengan kaum pria.
“Tuhan membagi dirinya menjadi sebagian laki-laki dan sebagian menjadi perempuan. Darinya terciptalah viraja (alam semesta_red),” bebernya.
Tanpa unsur perempuan, seorang manusia tidak akan terjadi secara utuh atau sempurna, begitu pula sebaliknya.
Sagung juga menguraikan, bahwa perempuan adalah seorang gadis dewasa, seorang Ibu yang memiliki sifat kelemahlembutan, kedamaian, cinta dan kasih sayang, perhatian serta tulus ikhlas.
“Tentunya senantiasa memaafkan, berjiwa besar ketika terhina dan kuat dalam doa,” tegas Dekan Fakultas Hukum Undwi Denpasar.
Dalam kesempatan Hari Kartini 2021 ini, Sagung juga menyikapi dilematika perempuan Hindu Bali yang sering terjadi kekeliruan dalam merefleksikan konsep Purusa dan Pradana.
Menurutnya, hal ini menimbulkan ketimpangan dan ketidakadilan terhadap perempuan Hindu Bali yang memandang laki-laki memiliki kedudukan lebih istimewa dari perempuan.
“Memang penelitian menunjukkan bahwa perempuan Bali tidak merasa mengalami ketidakadilan, lantaran hanya memenuhi kewajibannya,” paparnya.
Namun Sagung berujar bahwa hal ini sangat kontradiktif dengan pandangan Hindu sendiri. Dimana dalam Hindu, perempuan harus dimuliakan sebagai kekuatan sakti yang memiliki peran penting dalam penciptaan alam semesta.
“Dalam produk hukum di Indonesia sangat jelas dipaparkan yaitu Undang-undang nomor 16 tahun 2019 tentang perubahan atas undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Dan undang-undang nomor 7 tahun 1984 dengan pengesahan konvensi mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan,” terangnya.
Diakhir pemaparannya, Sagung berharap konsep kesetaraan gender dengan tidak meninggalkan kewajiban seorang perempuan secara hakikat, pemikiran RA Kartini dapat diterapkan dalam pandangan perempuan Hindu Bali di masa-masa yang akan datang.(*)