Aplikasi Tiktok, Antara Ekspresi Berkarya dan Bahaya Pornografi

Penulis:
Dr. I Made Wahyu Chandra Satriana, S.H.,M.H
Dosen dan Praktisi Hukum

Dewasa ini, aplikasi berbasis digital Tiktok sangat populer di seluruh dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Hampir seluruh lapisan masyarakat, dari Pejabat, Artis, Pengusaha, Pegawai Negeri, Dosen, Wartawan serta Mahasiswa juga menggandrunginya.

Tidak hanya anak muda laki-laki maupun perempuan, orang dewasa sampai kakek nenek pun senang bermain aplikasi tiktok.

Tidak jarang juga dalam video tiktok melibatkan anggota keluarga, dari balita, remaja sampai dewasa untuk diajak membuat gerakan-gerakan lucu yang menghibur dan membuat tertawa orang yang melihatnya.

Hal ini tentunya sangat positif dan memberi hiburan tersendiri bagi masyarakat ditengah pandemi Covid-19 yang berkepanjangan.

Kemunculan aplikasi tiktok ini merupakan suatu karya cipta manusia yang dihasilkan dari kemampuan manusia untuk berpikir, berkreasi, berimajinasi sebagai salah satu kelebihan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan dibandingkan dengan makhluk lainnya.

Dengan kemampuan berpikir inilah kehidupan manusia akan selalu berubah dan berkembang selaras dengan kebutuhan hidupnya.

Semakin banyak kebutuhan hidup yang diperlukan, maka akan semakin keras pula usaha manusia untuk berpikir menciptakan peluang-peluang baru untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Begitu banyaknya produk teknologi karya cipta manusia yang telah dihasilkan dari proses berpikir ini, salah satunya adalah dengan adanya aplikasi Tiktok di dunia maya.

Pengguna aplikasi Tiktok, dapat secara aktif mengunggah video pendek atau hanya sekedar melihat video pendek yang dibuat oleh orang-orang dengan tujuan hiburan.

Semakin kreatif, unik dan lucu video tiktok yang dibuat, semakin banyak yang menonton dan menyukai (subscribe/like), maka semakin banyak pula penghasilan berupa uang yang didapatkan oleh akun si pemilik video tiktok tersebut.

Pengguna tiktok akan melakukan berbagai upaya untuk membuat konten video untuk menambah jumlah penonton dan (subcribe/like), misalnya dengan cara membuat gerakan-gerakan tertentu, melakukan dubbing suara artis terkenal dengan mimik wajah yang aneh, membuat aksi-aksi theatrikal hingga aksi yang terkadang dapat membahayakan nyawa, dan lain sebagainya.

Semua yang dilakukan tersebut semata-mata demi kepentingan konten dalam Tiktok di dunia maya, yang tidak jarang mengganggu kepentingan orang lain.

Kebebasan berekpresi dalam pembuatan konten tiktok terkadang tidak memperhatikan kepentingan orang lain.

Pembuat konten tiktok yang mengganggu kepentingan orang lain, dapat bersangkut paut dengan hukum.

Pernah ada sebuah berita yang mengabarkan demi konten di dunia maya, seorang anak dibawah umur berurusan dengan pihak berwajib karena mengendarai sepeda motor dengan ugal-ugalan di jalan raya.

Adapula pengguna aplikasi tiktok mengunggah video konten tiktok dengan foto-foto atau gerakan-gerakan tertentu yang apabila dikaji dari sudut pandang peraturan perundang-undangan termasuk memenuhi unsur-unsur pornografi dan porno aksi.

Sehingga bukannya memberikan tontonan yang menghibur, malahan justru memberi contoh untuk berbuat melanggar hukum.

Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum, oleh karena itu setiap perbuatan warga negaranya wajib taat terhadap hukum yang berlaku, tidak terkecuali pengguna tiktok.

Mengenai kebebasan berekspresi di Indonesia terdapat dalam UUD 1945 Pasal 28E dan dalam UU 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Lebih khusus kebebasan berekspresi diatur dalam Pasal 19 Deklarasi Universal HAM (DUHAM) yang dideklarasikan pada 10 Desember 1948, menyatakan: “Setiap orang berhak atas kebebasan berekspresi, dalam hal ini mencakup kebebasan untuk berpegang teguh pada pendapat tertentu tanpa mendapatkan gangguan, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan informasi dan ide/gagasan melalui media apa saja tanpa ada batasan”.

Selain berkaitan dengan kebebasan berekspresi, konten yang terdapat dalam tiktok juga dapat bersinggungan dengan perbuatan-perbuatan yang mengandung unsur porno aksi dan pornografi yang diatur dalam Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.

Pasal 6 UU No. 44 tahun 2008, menyatakan: Setiap orang dilarang memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), kecuali yang diberi wewenang oleh peraturan perundang-undangan.

Hal ini justru akan merugikan pengguna tiktok itu sendiri, baik bagi pengunggah konten maupun hanya sekedar melihat tiktok.

Niatnya untuk menghibur dan mendapat hiburan, namun justru terlibat dengan masalah hukum. Oleh karena itu, kepada seluruh masyarakat agar secara bijaksana memanfaatkan dunia maya khususnya aplikasi tiktok.(*)