Editor : Totok Waluyo | Reportase : Buang Supeno
Malang, Porosinformatif | Ketua Ikatan Wartawan Online (IWO) Malang Raya, Rudy menyebutkan Pemerintah kota Batu harus proaktif kerjasama dengan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur memastikan siswa yang masih sekolah di SPI tetap mendapatkan hak belajar dan hak menuntut ilmu tanpa rasa takut.
Hal itu disampaikan dalam diskusi sehari yang diselenggarakan IWO bareng Yayasan Ujung Aspal Batu dan Peradi Batu di Hotel Aster Batu, Jum’at (11/6/2021).
“Posisi SPI Batu memang dibawah kewenangan Diknas Provinsi Jawa Timur, namun Wali Kota Batu sebagai kepala daerah mempunyai kewenangan untuk melakukan koordinasi dalam melindungi hak anak tetap mendapatkan pendidikan disana,” tegasnya.
“Apalagi Batu sudah mempunyai Perda tentang Kota Layak Anak sebagai penjabaran undang-undang Perlindungan anak. Kendati pengurus sekolah berurusan dengan hukum, pendidikan tetap jalan,” tambah Rudy bersemangat.
Diskusi yang mendapat simpatisan dari elemen masyarakat Batu, menginginkan agar Kota Batu jangan ternodai adanya tindakan yang tidak bermoral oleh oknum yang mengatasnamakan pendidikan.
Mantan Ketua Dewan Pendidikan Kota Batu, Budi menginginkan, agar kejadian yang mencoreng harkat dan martabat warga Batu serta dunia pendidikan di Tanah air umumnya tidak terjadi lagi, maka diharapkan pengawasan dan kontrol terhadap kegiatan belajar mengajar (KBM) di Kota Wisata Batu ditingkatkan. Tidak ada lagi sekolah “Inklusif“ yang mementingkan diri sendiri atau kelompoknya.
“Namanya sekolah harus terbuka terhadap siapapun, pengamanan (satpam) silahkan saja, tetapi tidak boleh melarang orang untuk mengenal sekolah itu, termasuk mendapatkan informasi tentang keberadaan sekolah bersangkutan. Masa orang Batu dilarang mengenal sekolah yang dianggap mewah dan megah,” tandas Budi.
Senada dengan Budi, Muklis Arief-Didasmen Muhammadiyah Kota Batu menyebutkan ada tiga hal yang perlu ditekankan, yakni kita harus menekan kasus ini segera diselesaikan oleh pihak berwenang, agar tidak terulang lagi di masa depan.
“Hukum segera ditegakkan,” jelasnya.
Munculnya kasus ini terjadi karena sistem pengawasan/pengendalian yang lemah dari 3 pilar pendidikan yaitu pemerintah, masyarakat dan orangtua.
“Terkait peran akreditasi, visitasi pengawas, dan lain-lain bisa ditelusuri, mulai dari kurikulum, pedoman, panduan, RPP-standart kompetensi-kompetensi dasar, KKM, materi-ppt, karena berbasis praktik tentu ada modul. Nah apakah ini ada pengawasan pelaksanaannya?,” paparnya.
Penekanan terakhir kata Muklis Arief bagi siswa yang masih ada di sekolah dan korban harus diselamatkan, perlunya kepedulian pemerintah, masyarakat aparat serta stakeholder lainnya.
“Mari kita benahi agar peristiwa seperti ini tidak terulang lagi. Kerjasama dan kepedulian kita terhadap dunia pendidikan harus ditingkatkan agar generasi penerus perjuangan bangsa tetap memiliki masa depan yang cerah bukan dihancurkan dengan tindakan tidak bermoral seperti itu,” tekannya.
Sementara itu Sekretaris Pendidikan Kota Batu, Titin menyampaikan, diawal pendirian yang masih dalam pengawasan Diknas Batu, menurutnya masih terkendali.
Namun setelah dibawah kendali Diknas Provinsi Jawa Timur, pihak sudah tidak memperhatikan lagi.
“Itu sudah beralih kewenangan, namun kami sangat berterima kasih adanya masukan dalam diskusi ini. Akan kami sampaikan ke pimpinan,” ungkapnya.
Diskusi sehari dengan tema “Ekploitasi Anak Dilingkungan Pendidikan Kota Batu Dalam Perspektif Pembangunan SDM Indonesia“ melahirkan beberapa rekomendasi, diantaranya meminta Wali Kota Batu benar-benar mewujudkan Batu Sebagai Kota Layak Anak sesuai Perda no.1 tahun 2019.
Kedua meminta kepada Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur untuk menghentikan sementara proses penerimaan peserta didik baru di SPI tahun ajaran 2021-2022 sampai kasus ini berkekuatan hukum tetap.(*)