Hijab, Tren Bisnis Perempuan Muda Indonesia

Editor: Totok Waluyo | Reportase: Rizka Septiana

Jakarta, Porosinformatif | Tren fashion muslim di tanah air terus berkembang. Jumlah penduduk muslim yang begitu besar menjadikan fashion muslim sebagai peluang bisnis yang menguntungkan.

Berdasarkan data dari World Population Review pada 2020, jumlah penduduk muslim di Indonesia mencapai 229 juta jiwa atau 87,2 persen dari jumlah penduduk.

Profit yang dihasilkan oleh bisnis pakaian muslim pun cukup besar. Data dari Kementerian Perdagangan menunjukkan bahwa 80 persen pakaian muslim dijual untuk pasar domestik, sedangkan 20 persen dijual untuk ekspor. Ekspor pakaian muslim bisa mencapai angka Rp 58,5 triliun.

Melihat peluang bisnis pakaian muslim yang cukup besar tersebut, maka tak mengherankan bila semakin banyak bermunculan pelaku bisnis pakaian muslim.

Kebanyakan dari mereka adalah perempuan muda yang memulai bisnisnya dengan modal kecil yang kemudian mampu mengembangkan bisnisnya hingga mencapai omzet miliaran rupiah per bulan. Menjadikan mereka dapat mandiri secara finansial.

Atina Maulia, pemilik Vanilla Hijab, adalah salah satunya. Ia membangun Vanilla Hijab sejak usia 19 tahun demi bisa membantu orangtua membiayai kuliahnya. Demi mengembangkan usahanya, Atina harus mengorbankan waktu bermain bersama teman-temannya. Dimana menyeimbangkan waktu kuliah dan berbisnis bukanlah perkara mudah.

“Berangkat kuliah jam lima pagi langsung ke Thamrin City belanja kain hijab, terus ke kampus. Ada jeda istirahat saya ke Thamrin City lagi atau ke perpustakaan membalas orderan hijab. Bahkan teman-teman saya di kampus bilang saya itu ghaib, selesai kelas langsung menghilang,” ujar Atina, seperti dilansir dari Kumparan.com, beberapa waktu lalu.

Pada awal Vanilla Hijab berdiri, Atina hanya mempekerjakan satu penjahit keliling saja. Enam tahun kemudian, sudah ada 100 karyawan yang bergabung di brand-nya. 100 orang tersebut terdiri dari penjahit, tim finishing, tim quality control, tim packaging, dan admin.

Cita-cita Atina pun terwujud. Tak hanya berhasil membiayai uang kuliahnya sendiri, ia juga dapat mandiri secara finansial hingga kini. Bagaimana tidak, dengan dibantu kakak perempuannya, Atina mampu menjual puluhan ribu potong hijab dan meraup omzet miliaran rupiah setiap bulan.

Selain Atina, juga ada Chika Ariska yang menjadikan bisnis hijab sebagai tempat mencari rezeki. Dikeluarkan dari tempat kerja membuat Chika harus mencari jalan baru untuk memperoleh penghasilan. Akhirnya, ia memutuskan untuk berbisnis hijab. Bersama suaminya, ia memulai bisnisnya di sebuah toko di Thamrin City pada 2017.

“Saat itu saya jualan hanya setengah toko dan boleh berjualan hanya di hari-hari tertentu selain Senin dan Kamis, hari di mana toko biasanya ramai. Ketika bukan hari berjualan, barang harus dipindah ke gudang,” ucap Chika, seperti dikutip dari Kompas.com (5/5/2021).

Lambat laun, penjualan Bugis Hijab terus meningkat hingga akhirnya mereka memiliki tiga toko offline. Mereka juga menjajakan dagangannya secara online sejak pandemi Covid-19.

Chika pun membuka kesempatan bagi reseller dan dropshipper untuk menjual produknya kembali. Dari penjualan online inilah Chika merasakan peningkatan omzet yang cukup pesat walau ia tak membeberkan secara rinci besaran omzet yang diterimanya.

Tak hanya Atina dan Chika, Linda Anggrea juga merasakan keuntungan besar dari bisnis hijab. Linda merupakan pemilik brand hijab Buttonscarves. Dari usahanya tersebut, Linda mampu meraup omzet Rp10 juta dari penjualan pada bulan pertama saja.

Kini, Buttonscarves mampu menjual 3.000 hijab setiap bulannya dengan harga satu lembar hijab Rp300.000-an. Peminatnya bukan hanya pengguna hijab dari dalam negeri, melainkan banyak juga yang berasal dari Singapura dan Malaysia.

Untuk bisa sukses seperti sekarang ini, Linda telah melewati proses yang cukup melelahkan. Pada awal brand ini berdiri, ia mengerjakan semuanya sendiri. Mulai dari mendesain corak hingga mengirimkan barang.

“Perjuangannya? Wah enam bulan pertama karena enggak ada tim, jadi sehari aku cuma tidur 2-3 jam karena semua urus sendiri, mulai dari bikin konten, packing, dan lain-lain,” ujar alumni Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia tersebut, seperti dilansir dari detik.com, beberapa waktu lalu.

Buka lapangan pekerjaan bak sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui. Berbisnis hijab tak hanya mampu memberikan kesempatan bagi pemiliknya untuk bisa meraup keuntungan besar. Namun, pelaku bisnis hijab juga bisa membantu pertumbuhan ekonomi dengan membuka lapangan pekerjaan.

Apakah Anda juga mau mencobanya?(*)