Editor: Totok Waluyo
Jakarta, Porosinformatif | World Health Organization (WHO) memberikan apresiasi kepada para tenaga kesehatan perempuan atas upaya mereka dalam menangani Covid-19.
Ternyata, sebagian besar tenaga kesehatan global yang menangani Covid-19 adalah perempuan. Ketua WHO Afrika, Matshidiso Moeti, mengatakan bahwa tenaga kesehatan perempuan telah memerangi Covid-19 dengan keberanian dan perhatian.
Mereka selalu siap sedia menjadi garda terdepan dalam menangani pasien Covid-19 meskipun risiko yang mereka hadapi sangat besar. Karena itu, tak mengejutkan bila jumlah perempuan yang tertular virus ini juga cukup banyak.
Matshidiso sempat menyampaikan di awal Maret lalu bahwa sekitar 70 persen dari total tenaga kesehatan global adalah perempuan. Mereka berada di garis depan, terutama sebagai perawat dan tenaga kesehatan komunitas.
Analisis kami terhadap 28 negara menemukan rata-rata 41 persen kasus Covid-19 menyerang perempuan. Walaupun para tenaga kesehatan perempuan ini selalu siap menjadi garda terdepan, bukan berarti mereka bebas dari rasa takut akan risiko yang harus mereka hadapi.
Salah satu perawat yang bertugas di ruang perawatan pasien Covid-19 di salah satu rumah sakit di Inggris, Ruby de Guzman, mengatakan bahwa para perawat awalnya takut saat tahu harus ditugaskan di ruang perawatan Covid-19.
“Ketika kami (para tenaga kesehatan) mengetahui bahwa kami akan ditugaskan di ruang perawatan pasien Covid-19, kami merasa ragu-ragu. Saya pribadi merasa panik dan gelisah. Kami semua takut pergi ke tempat kerja,” ucap Ruby, seperti dikutip dari centreforpublicimpact.org (29/07/2020).
Namun, lambat laun Ruby mulai bisa mengatasi rasa takutnya. Rasa takut itu tergantikan dengan rasa empati yang ia miliki kepada para pasien. Menurutnya, salah satu tugas terberat yang harus ia lakukan adalah mencegah keluarga pasien untuk bertemu dengan pasien.
“Pasangan berusia lanjut sering kali ingin bertemu dengan pasangan mereka untuk terakhir kalinya, tetapi saya tidak bisa mengizinkannya, terutama karena mereka punya penyakit penyerta. Mereka ingin berada di samping orang yang mereka cintai, tetapi justru saya yang berada di samping mereka,” kata dia.
Ruby berusaha untuk tetap bisa bangkit kembali setiap merasakan kekhawatiran akan alat proteksi diri yang kurang banyak atau merasakan kesedihan setiap melihat kondisi pasien menurun. Beruntung dia punya atasan dan rekan kerja yang saling mendukung.
Peran ganda
Apresiasi juga diberikan kepada tenaga kesehatan perempuan atas kemampuan mereka dalam menjalani peran ganda selama pandemi Covid-19.
Hal ini disampaikan oleh Dokter spesialis paru dari Rumah Sakit (RS) Umum Pusat Persahabatan, Erlina Burhan. Dia mengatakan bahwa tenaga kesehatan perempuan memiliki peran ganda di tempat kerja, rumah, dan lingkungannya.
“Selain bekerja di rumah sakit, perempuan tenaga kesehatan juga harus memastikan anggota keluarganya tetap semangat meskipun di rumah,” ucap Erlina, seperti dikutip dari bisnis.com (21/04/2020).
Tenaga kesehatan perempuan, lanjutnya, juga harus mengedukasi masyarakat tentang Covid-19. Edukasi ini meliputi upaya menghilangkan stigma terhadap pasien Covid-19.
Peran ganda tersebut dirasakan sendiri oleh Erlina. Pada masa pembatasan sosial berskala besar, anak dan suaminya harus sekolah dan bekerja dari rumah. Walaupun dirinya di rumah sakit, Erlina tetap harus memastikan keluarganya di rumah tetap makan makanan bergizi dan anaknya bisa mengikuti pelajaran dengan baik.
“Saya tidak punya banyak waktu di rumah karena harus di rumah sakit, kalau di rumah saya tanya anak saya tentang belajarnya,” jelasnya.
Hal serupa juga dirasakan oleh dokter Henny Sri Hartati. Sebagai Kepala Bidang Penanggulangan, Pencegahan Penyakit (P2P) di Dinas Kesehatan Tebing Tinggi, seharusnya Sri lebih banyak mengurus masalah administrasi.
Namun, pandemi Covid-19 memaksanya untuk terjun langsung ke lapangan.
Sri pun tak mengenal lagi hari libur. Setiap Sabtu dan Ahad ia tetap harus pergi ke kantor untuk melayani berbagai permintaan bantuan kelengkapan pencegahan Covid-19 dari instansi dan masyarakat. Sri harus rela mendapat protes dari putri semata wayangnya yang rindu menghabiskan waktu dengannya.
“(Anak saya berkata) ‘Kapankah mama bisa peluk awak lagi, pergi kerjanya pagi, pulangnya tiap hari malam. Kapan kita kumpul bareng lagi?’ Sedih juga mendengarnya, tapi ini adalah suatu pengabdian. Tidak sekadar untuk bangsa dan negara, tetapi yang hakiki adalah untuk kemanusiaan,” ujarnya, seperti dikutip dari republika.co.id, pada Selasa (21/04/2021).
Masih banyak tenaga kesehatan perempuan, baik di dalam maupun luar negeri, yang memiliki kisah seperti tiga perempuan hebat di atas.
Pengorbanan mereka perlu mendapat apresiasi berupa perlindungan kesehatan dan peningkatan kesejahteraan yang lebih baik lagi.
Selamat berjuang para tenaga kesehatan perempuan!
Penulis: Amanda Agitha (Anggota Perempuan Satu)