Editor: Totok Waluyo | Reportase: Rizka Septiana
Jakarta, Porosinformatif | Iqbaal Ramadhan dinilai sukses memerankan peran Minke dalam film Bumi Manusia. Banyak yang beranggapan bahwa akting Iqbaal sangat bagus dan bergerak maju.
Film Bumi Manusia bercerita tentang dua manusia yang meramu cinta. Film ini berlatar belakang pada abad ke-20, di mana Indonesia masih berada di bawah penjajahan Belanda.
“(Peran) ini amanat dan tanggung jawab besar yang saya emban. Ini tanggung jawab saya untuk satu Indonesia. Sejujurnya saya tidak berharap apa pun, hanya ingin menjadi karakter. Dan saya memberikan 110 persen energi saya,” ungkap Iqbaal Ramadhan.
Dalam film tersebut, karakter Minke harus menghadapi tatanan sosial yang berlaku di masa itu. Tatanan sosial berdasarkan golongan, di mana para penjajah dapat menempati kelas sosial yang paling tinggi sedangkan warga pribumi hanya dipandang sebagai kelas rendahan. Minke adalah pemuda pribumi yang diperbolehkan bersekolah di HBS.
HBS merupakan sekolah untuk orang-orang Eropa, khususnya Belanda. Orang-orang Indonesia yang boleh bersekolah di HBS hanyalah mereka yang berasal dari kalangan ningrat atau pejabat. Minke sangat disegani oleh teman-teman Belanda-nya karena memiliki pemikiran yang revolusioner dan terus melawan ketidakadilan.
Minke adalah seorang pribumi yang belajar di HBS (Hogere Burger School), alias sekolah menengah umum untuk kaum Belanda dan para priyayi. Di masa-masa remajanya, ia jatuh cinta pada Annelies, gadis cantik yang kekanak-kanakan, putri Nyai Ontosoroh dan Herman Mellema. Kisah cinta Minke dan Annelis tumbuh di antara sekian banyak permasalahan sosial dan ketidakadilan di masa penjajahan Belanda.
Lahir dari jari Sastrawan Indonesia
Film garapan rumah produksi Falcon Pictures yang diadaptasi dari novel berjudul sama karya Pramoedya Ananta Toer. Pram sebutan sang penulis merupakan sastrawan besar yang dimiliki Indonesia.
GoodReads mencatat, ada 11.845 akun yang menyukai novel Bumi Manusia, dan menempatkan novel terpopuler. Di posisi kedua, Anak Semua Bangsa (4.731 akun), Jejak Langkah (4.135 akun) dan di urutan terakhir yakni tetralogi paling mutakhir terbit, Rumah Kaca (2.973 akun).
Novel ini mampu membangun karakter Minke, Nyai Ontosoroh dan Annelies menjadi nyata, manusiawi, kuat dan hidup di benak pembaca.
Salah satu putri Pram, Astuti Ananta Toer, mengatakan bahwa Pram mengumpulkan cerita, mencari data, menjilid potongan-potongan berita untuk kemudian dirangkai dan diceritakan kembali, melalui tokoh-tokoh yang telah menggerakkan pemuda-pemudi yang tak terhitung jumlahnya.
Selama ini, Titi menjelaskan, orang mengenal Pram dari karyanya, namun tidak pernah tahu bagaimana proses berkarya seorang Pram.
“Jadi Pram itu menulis bukan asal menulis saja, Pram menulis hasil riset. Hasil Pram mempelajari sekian tahun untuk mendapatkan karyanya,” papar Titi.
“Untuk membuat seperti Bumi Manusia saja, Pram itu harus berhari-hari di perpustakaan,” ungkapnya.
Di balik buku-buku, tumpukan hasil riset yang dilakukannya bertahun-tahun, catatan-catatan soal ingatan yang dimilikinya dan sikap yang dibentuk oleh ketidakadilan yang dirasakan sekelilingnya, masih banyak tentangnya yang tidak diketahui, tertimbun dalam tumpukan buku dan pelan-pelan jadi tipis tergerus zaman.
Perlu diketahui, Pramoedya Ananta Toer lahir di Blora, 6 Februari 1925 dan karya-karyanya mulai dikenal sejak tahun 1950-an seperti cerpen dan novel.
Selama tujuh dekade masa hidupnya dipakai untuk menulis lebih dari 50 buku, dan cerita-ceritanya ini diterjemahkan ke dalam 42 bahasa dunia termasuk di antaranya Bahasa Spanyol pedalaman dan Bahasa Urdu.
Pramoedya Ananta Toer merupakan satu-satunya penulis Indonesia yang berkali-kali menjadi kandidat peraih Nobel Sastra.
Kembangkan Budaya Literasi
Tak hanya Pram, banyak sastrawan yang memiliki karya sama dengan dia. Namun, saat ini Indonesia memiliki tantangan agar perkembangan sastra tak hanya mentok di karya Pram saja. Perlu adanya regenerasi agar banyak pemuda menyukai sastra.
Tak hanya dari kaum pria, sastra juga dikenalkan oleh kaum perempuan, R.A Kartini misalnya. Ia mampu menuangkan gagasan dan menginspirasi semua orang melalui tulisannya.
Menurut Ketua DPR, Puan Maharani, menekankan pentingnya budaya literasi di lingkungan keluarga. Budaya literasi dalam keluarga merupakan bekal untuk mewujudkan kemajuan bangsa Indonesia.
Puan melanjutkan, kemampuan literasi seperti membaca, menulis, serta mengolah dan memahami informasi, membuat seseorang bisa menyerap begitu banyak ilmu pengetahuan, bisa menuangkan gagasan dan berpikir kritis, serta memiliki keahlian problem solving.
“Jika R.A. Kartini tidak memiliki kemampuan literasi, maka tidak akan ada buku ‘Habis Gelap Terbitlah Terang’ yang isinya sudah menginspirasi banyak Kartini-Kartini lintas generasi hingga masa kini,” kata Puan, seperti dilansir laman resmi DPR, Selasa (20/4/2021).
Perempuan pertama yang menjadi Ketua DPR RI ini pun mengatakan, peran aktif perempuan Indonesia sangat menentukan, khususnya dalam menumbuhkan literasi di dalam keluarga. Menurutnya, keluarga merupakan unit masyarakat yang terkecil tetapi berperan besar dalam kemajuan sebuah bangsa.(*)