Puan Seni Tingkatkan Kesejahteraan Pekerja Seni Perempuan Indonesia

Editor: Totok Waluyo | Reportase: Rizka Septiana

Jakarta, Porosinformatif | Sekelompok pekerja seni perempuan Indonesia membentuk Perkumpulan Pekerja Seni Indonesia (Puan Seni) pada 8 Maret 2021. Perkumpulan ini diinisiasi oleh beberapa nama seperti Dolorosa Sinaga, Olin Monteiro, Vivian Idris, Hartati, Irawati, Linda Tagie, dan didukung oleh Aquino Hayunta.

Inisiatif pembentukan pertemuan ini bermula dari serangkaian diskusi intensif sejak 2015. Berbagai kegiatan diskusi bertajuk Temu Seni Perempuan diselenggarakan di Bali, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi.

Dalam setiap penyelenggaraannya, jumlah pekerja seni perempuan yang bergabung pun semakin banyak. Kegiatan menjadi lebih intensif dengan diperluasnya Jaringan Seni Perempuan sejak 2019. Selama pandemi, kegiatan diskusi juga dilakukan secara daring.

Ia mengatakan, Puan Seni terbentuk sebagai upaya untuk mengatasi berbagai permasalahan yang masih sering dihadapi oleh pekerja seni perempuan Indonesia. Salah satunya, akses yang kurang merata dan kurangnya kesempatan, khususnya bagi pekerja seni dari luar Jawa.

Hal tersebut banyak dirasakan perempuan seniman di daerah-daerah di luar Jawa. Banyak permasalahan yang masih dirasakan kental bagi perempuan pekerja seni, seperti persoalan seksisme, pelecehan seksual, dan lemahnya representasi perempuan dalam berbagai proyek kesenian.

Karena itu, Puan Seni memiliki visi peningkatan kesetaraan gender. Selain itu, mereka juga memiliki visi untuk memastikan kontribusi perempuan yang sangat penting dalam ekosistem seni budaya berbasis Hak Asasi Manusia (HAM) serta keberagaman untuk semua kelompok, termasuk kelompok marjinal atau minoritas tanpa diskriminasi.

Puan Seni pun memiliki beberapa misi untuk mewujudkan visi-visi mereka. Ama menyebutkan, misi-misi mereka antara lain membangun kekuatan gerakan perempuan dalam mencerdaskan bangsa serta membangun sinergi dengan stakeholder dan negara untuk meningkatkan tata kelola pengetahuan seni dan budaya perempuan Indonesia.

Misi tersebut ingin diungkapkan dengan berbagai aktivitas yang tidak bertentangan dengan visi dan nilai perkumpulan. Aktivitas juga ingin dilakukan dengan memperjuangkan perubahan nilai, sikap, terlebih perilaku masyarakat patriarkis ke arah masyarakat adil dan setara. Selain itu, melakukan ikhtiar lain yang tidak bertentangan dengan azas dan tujuan perkumpulan.

Dalam menjalankan visi dan misi tersebut, Puan Seni berencana akan mengadakan berbagai program tetap. Sesekali mereka juga akan mengadakan program kolektif atau kolaborasi antar sesama perempuan pekerja seni. Program kolektif ini bertujuan menyediakan kesempatan bagi para pekerja seni perempuan untuk membangun networking.

Tak ketinggalan, Puan Seni memberi ruang bagi pekerja seni perempuan untuk dikenal masyarakat luas. Di laman Instagram @jaringanseniperempuan, Puan Seni kerap memperkenalkan profil pekerja seni perempuan beserta karyanya.

Pekerja seni perempuan yang ditampilkan berasal dari berbagai daerah di Indonesia dan memiliki latar belakang seni yang berbeda-beda. Ternyata, Indonesia memiliki banyak sekali perempuan pekerja seni berbakat.

Meskipun Puan Seni ingin memperluas jaringan pekerja seni perempuan, tetapi mereka memastikan tak akan berafiliasi dengan partai politik manapun. Mereka juga tak akan menjalin kerja sama dengan pihak lain yang praktik sosialnya bertentangan dengan nilai keadilan dan kesetaraan.

Puan Seni sebenarnya ingin menantang budaya patriarki dalam ekosistem seni. Mereka menolak adanya pembentukan opini yang mengajarkan pembodohan terhadap masyarakat, yan selalu menghambat peran serta perempuan dalam berbagai kontribusinya.

Seluruh anggota berharap, Puan Seni dapat mengajak seluruh pekerja seni perempuan dari Sabang sampai Merauke untuk ikut serta dalam gerakan mereka. Sebagai upaya untuk merangkul para pelaku seni perempuan di seluruh Indonesia, Puan Seni memiliki koordinator wilayah mulai dari Sumatera hingga Papua.

Kelompok ini punya koordinator di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Harapannya, mereka semua agar perempuan pekerja seni dapat berkesempatan untuk aktif menjadi anggota dan menjadi pengurus jaringan yang dibangun dengan semangat kerelawanan, kesetaraan, dan demokratis.

Ama Achmad sendiri merupakan penulis dan pegiat literasi asal Luwuk, Sulawesi Tengah. Dalam kepengurusan Puan Seni, ia dibantu oleh Linda Tagie seorang seniman teater asal Kupang, Nusa Tenggara Timur.

Linda menjabat sebagai sekretaris perkumpulan. Sementara itu, posisi bendahara diisi oleh Irawita, pegiat teater dari Jakarta.

Mereka bersatu padu berupaya menjadikan Puan Seni sebagai bagian dari ekosistem seni dan budaya yang ideal dan setara. Upaya ini mereka lakukan dengan menjunjung tinggi nilai demokrasi, kebebasan berekspresi, keberagaman, non-kekerasan, anti korupsi, menjaga lingkungan, non-patriarkis, dan anti pembodohan.(*)