Editor: Totok Waluyo | Reportase: Rizka Septiana
Jakarta, Porosinformatif | Tak kunjung usai pandemi, kini Indonesia harus dihadapkan dengan penyakit DBD yang meningkat. Terbaru, 3 pasien DBD meninggal dunia di Yogyakarta yakni dua bayi berusia kisaran satu tahun dan satu remaja berusia 13 tahun.
Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo mencatat ada 126 kasus akibat gigitan nyamuk Aedes Aegypti itu, tiga orang di antaranya meninggal dunia.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo, Rina Nuryati mengatakan kasus DBD itu terhitung dari Januari hingga Juni 2021 dan jumlahnya terbilang fluktuatif. Setiap bulan masih ditemukan kasus tersebut.
“Domisilinya di Wates semua. Yang dua orang dengue shock syndrome dan satu orang ada yang ketumpangan Covid-19,” ucapnya saat dihubungi, beberapa waktu lalu.
Rina memastikan petugas fasyankes nantinya akan melakukan pemeriksaan penunjang untuk membantu menentukan diagnosisnya. Ia menyampaikan sebaran wilayah penyakit DBD cukup tinggi di tujuh dari 12 kapanewon di Kulon Progo, yakni Wates, Pengasih, Lendah, Nanggulan, Panjatan, Temon, dan Sentolo.
Dengan adanya temuan kasus DBD tersebut ia mengimbau kepada masyarakat agar tetap waspada. Diperlukan pemeriksaan jentik-jentik nyamuk di masing-masing wilayah. Kemudian, apabila ada masyarakat yang mengalami demam setelah dua hari agar segera dibawa ke fasyankes.
Bekasi Tertinggi
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonosis Kemenkes, Didik Budijanto mengatakan bahwa ada peningkatan DBD atau juga ada penurunan di daerah lain.
Ia mengemukakan Kota Bekasi, Jawa Barat, menduduki peringkat pertama kasus DBD sebanyak 796 kasus berdasarkan laporan Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonosis Kemenkes pada pembaruan data terakhir di laman resmi Facebook P2PTVZ Kemenkes.
Lalu, Kabupaten Buleleng (Bali) menempati posisi kedua sebanyak 770 kasus, di posisi ketiga Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur sebanyak 511 kasus, Karawang, Jawa Barat di posisi empat sebanyak 494 kasus, dan Kota Jakarta Timur, DKI Jakarta di posisi lima sebanyak 464 kasus.
Menurut Didik Budijanto kasus DBD hingga pekan ke-25 mencapai 19.156 kasus yang dilaporkan 405 dari total 477 kabupaten/kota di Indonesia. Sebanyak 160 pasien di antaranya dilaporkan meninggal dunia.
Ketua Komunitas Dengue Indonesia, Prof Sri Rezeki Hadinegoro mengatakan, pemerintah perlu memikirkan pendekatan sosial agar jumantik bisa tetap menjalankan tugas selama pandemi Covid-19. Setiap keluarga perlu diberi pengarahan untuk melakukan pemeriksaan mandiri di bawah pengawasan jumantik.
Misalnya, jumantik dibantu RT lewat telepon atau Whatsapp melakukan pemantauan ke masing-masing rumah di lingkungan warga.
“Perlu dipikirkan pelatihan khusus untuk jumantik bagaimana memantau dengan Whatsapp misalnya. Ini harus dikembangkan, jadi jumantik tidak usah datang ke rumah warga,” kata Sri.
Sri mengatakan, Malaysia telah mengambil langkah pencegahan kasus DBD dengan sangat baik. Masyarakat di Malaysia diajarkan untuk mengerti jenis nyamuk aedes aegypti yang menyebabkan DBD.
“Di Malaysia mereka memakai mosquito trap kemudian bisa menilai satu-satu nyamuk apa yang ditangkap di situ. Jika ada aedes, dia kirim Whatsapp ke Dinas Kesehatan. Ini teknologi yang melibatkan masyarakat dan kita perlu ke arah sana,” katanya.
Menanggapi hal itu, Ketua DPR RI Puan Maharani mengimbau masyarakat untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan di rumah.
Pasalnya menurut dia penyakit itu mudah bersarang jika lingkungan tidak bersih dan kotor.
“Saya mengimbau agar masyarakat selalu menjaga kebersihan untuk mencegah penyakit DBD. Bersihkan rumah sesering mungkin agar mencegah penyebaran penyakit demam berdarah dengue (DBD),” ujar Puan.
Selain itu, ia juga mengimbau pihak kelurahan setiap wilayah untuk rutin membersihkan selokan dan got-got di lingkungan.
“Untuk pemerintah setempat untuk rajin membersihkan got dan selokan. Kalau bisa semprot agar nyamuk tidak bersarang di tempat itu,” ujar Puan.
Ia berpendapat bahwa meningkatnya kasus DBD ini karena masyarakat hanya mengoptimalkan kasus Covid-19 dan acuh terhadap penyakit lainnya.
“Adanya DBD di tengah pandemi ini merupakan tantangan bagi semua lapisan masyarakat. Kita harus saling bantu dan rajin membersihkan lingkungan, itu intinya,” tutur Puan.(*)