Hari Kebangkitan Teknologi Nasional, Momen Buru Talenta Kelas Dunia untuk Perkuat Inovasi Bangsa

Editor: Totok Waluyo | Reportase: Rizka Septiana

Jakarta, Porosinformatif | Tahun ini Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) jatuh pada Selasa, 10 Agustus 2021. Perayaan ini berawal dari penerbangan perdana pesawat terbang N-250 Gatotkaca yang dirancang dan diproduksi oleh anak-anak bangsa di IPTN (sekarang PT. Dirgantara Indonesia), pada 10 Agustus 1995 di Bandung.

Pesawat N-250 adalah pesawat komuter turboprop rancangan asli IPTN. Pesawat ini menggunakan kode N yang berarti Nusantara yang memperlihatkan bahwa desain, produksi, dan perhitungannya dikerjakan di Indonesia.

Atas keberhasilan pesawat N-250 tersebut serta menggelorakan semangat untuk terus memajukan teknologi dalam negeri, pada 6 Oktober 1995, Presiden Ke-2 RI Soeharto menetapkan 10 Agustus sebagai Hari Kebangkitan Teknologi Nasional, melalui Keputusan Presiden Nomor 71 Tahun 1995.

Kini, 26 tahun kemudian Indonesia terus berusaha untuk mengembangkan teknologi di dalam negeri. Tak dimungkiri, kita masih berada di belakang untuk urusan teknologi dari negara-negara maju, termasuk teknologi digital.

Salah satu kendala paling utama yang perlu dibenahi adalah sumber daya manusia. Menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika, SDM yang mumpuni dan kemampuan penguasaan teknologi menjadi kunci untuk menguasai teknologi digital dalam 10 tahun ke depan.

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan menilai, Indonesia sebenarnya memiliki banyak talenta digital yang berkualitas, termasuk di sektor komputerisasi seperti programming.

Meski demikian, dia mengatakan bahwa pemerintah memerlukan masukan dari para pelaku industri untuk mengetahui talenta digital seperti apa yang saat ini sedang dibutuhkan di dalam ekosistem digital.

Pembenahan Kurikulum dan Infrastruktur

Sayangnya pada level pendidikan dasar, menengah, dan atas, Indonesia masih kekurangan pengajar-pengajar yang kompeten di bidang teknologi informasi.

Pengamat Teknologi Informasi dan Komunikasi dari CISSRec, Pratama Persadha mengatakan, para guru lebih “gaptek” dibandingkan muridnya.

Menurut Pratama, kurikulum yang berlaku di Indonesia harus diperbarui agar dapat menyesuaikan dengan kondisi zaman yang serba digital. Semua elemen, lanjut dia, dari masyarakat, pejabat, swasta, maupun institusi pemerintah harus selalu up-to-date mengenai pendidikan teknologi.

Selain itu, dia juga menekankan bahwa pemerataan infrastruktur internet dalam menyelenggarakan pendidikan teknologi harus terus digenjot. Pasalnya, mayoritas masih terkonsentrasi di Pulau Jawa.

Menurutnya, pemerataan menjadi penting agar tercipta pendidikan teknologi di seluruh Tanah Air, termasuk kota-kota yang melek siber dan menjadi pusat inovasi digital berlokasi di luar Jawa.

Pratama mengambil contoh kesuksesan Bangalore di India sebagai Silicon Valley baru dunia, yang lokasinya jauh dari ibu kota New Delhi.

Pendapat senada disampaikan oleh Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi. Dia mengakui bahwa pemerataan internet menjadi permasalahan yang harus segera dituntaskan.

Menurut pengamatannya, masih banyak daerah pelosok di Indonesia yang belum tersentuh internet. Heru menilai tantangan ini menjadi pekerjaan rumah yang besar bagi pemerintah agar teknologi kerakyatan bisa dirasakan manfaatnya oleh banyak orang.

Menarik Diaspora

Pencarian talenta mumpuni juga bisa dilakukan dengan mengundang para diaspora untuk kembali ke Tanah Air dan mengabdi pada bangsa, seperti yang dulu dilakukan oleh B.J. Habibie yang akhirnya melahirkan pesawat N-250 Gatotkaca.

Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laksana Tri Handoko mengatakan, akan mengundang diaspora yang ada di luar negeri untuk pulang ke Indonesia dan bergabung dengan BRIN.

Hal tersebut disampaikan menjelang momen kebangkitan teknologi. Handoko mengatakan bahwa BRIN akan mengundang diaspora juga periset andal yang sudah memiliki jam terbang tinggi sebagai bagian dari BRIN dan bekerja secara nyata di berbagai lab di Indonesia.

Dia menilai, keberadaan diaspora di Indonesia sangat penting untuk menjembatani kolaborasi antara lembaga penelitian, pengembangan, dan pengkajian penerapan (Litbangjirab) dengan lembaga serupa di luar negeri.

Hal tersebut juga telah diinstruksikan oleh Presiden Joko Widodo. Jokowi melihat ada ratusan peneliti, inovator, dan diaspora peneliti Indonesia berkelas dunia. Dia pun meminta BRIN segera mengintegrasikan mereka untuk menambah kekuatan riset dan inovasi nasional.

Jokowi menekankan bahwa Indonesia tidak boleh terus menerus menjadi konsumen teknologi. Sebaliknya, bangsa ini memiliki potensi untuk berperan sebagai produsen teknologi.

Oleh karena itu, Presiden memiliki harapan tinggi terhadap peran BRIN, terutama di era digital ini. Dia meyakini sangat mudah bagi BRIN untuk menjadi pusat kecerdasan pengembangan teknologi Indonesia.

“BRIN harus segera mensinergikan peneliti di lembaga-lembaga pemerintah dan swasta, startup teknologi, talenta, diaspora, dan anak-anak muda yang sangat militan,” kata Jokowi.(*)