Editor: Totok Waluyo | Reportase: Rizka Septiana
Jakarta, Porosinformatif | Indonesia kembali berduka. Dunia sastra Tanah Air baru saja kehilangan salah satu sastrawan yang melegenda, Budi Darma. Sastrawan sekaligus akademisi ini tutup usia pada Sabtu, 21 Agustus 2021, di umurnya yang ke-84 tahun.
Selama hidupnya, Budi Darma telah banyak melahirkan karya-karya tulisan yang berhasil meraih berbagai penghargaan. Novel pertamanya berjudul Olenka (1983) langsung mendapatkan juara pertama dalam Sayembara Mengarang Roman DKJ sekaligus memperoleh Hadiah Sastra DKJ 1983.
Selain Olenka (1983), dia juga telah menelurkan banyak karya fenomenal, di antaranya novel Ny. Talis (1983), Raflus (1998), kumpulan cerpen Orang-orang Bloomington (1981). Dia juga beberapa kali menerbitkan kumpulan esai seperti Kumpulan esai Sejumlah Esai Sastra (1984), Solilokui (1983) dan Harmonium (1996).
Tak hanya itu, Budi Darma sempat mendapatkan penghargaan dari Wali Kota Madya Surabaya saat itu sebagai warga Surabaya yang berprestasi di bidang sastra selama dua kali berturut-turut.
Pada tahun 1984, beliau menerima Hadiah Sastra ASEAN, mendapat penghargaan Sastra Dewan Kesenian Jakarta, SEA Write Award, dan Anugerah Seni Pemerintah RI.
Dia juga pernah tiga kali meraih penghargaan Anugerah Cerpen Kompas, yakni Penghargaan Anugerah Cerpen Kompas didapat pada tahun 1999 dengan Cerpen Derabat, Mata yang Indah pada 2001, dan Laki-laki Pemanggul Goni pada 2013.
Selama karier sebagai akademisi, Budi Darma pernah menjadi Rektor IKIP Surabaya (sekarang Universitas Negeri Surabaya) periode 1984-1988. Dia juga tercatat sebagai anggota Modern Language Association New York dari tahun 1977 sampai 1990. Bahkan, namanya muncul dalam buku Who’s Who in The World selama 1982-1983.
Sumbangan Budi Darma pada kehidupan sastra memang tak ternilai. Dia masuk dalam Majelis Sastra Asia Tenggara atau Mastera dan membimbing cerpenis dan esais muda dari berbagai negara seperti Brunei Darussalam, Indonesia, dan Malaysia.
Ketika itu, dia menjadi salah satu pembimbing Program Penulisan Mastera pada 1998-1999. Budi Darma juga membimbing berbagai lokakarya dan penataran sastra bagi pegawai Pusat Bahasa serta dosen muda dari berbagai perguruan tinggi Indonesia.
Sebagai akademisi, Budi Darma kerap diundang untuk berceramah, mengajar, menguji calon sarjana atau doktor sastra, baik dalam negeri dan luar negeri serta terlibat riset sastra di dalam dan di luar negeri. Pengajar yang purna tugas di jurusan Bahasa dan Sastra Inggris ini pun pernah menjabat Rektor Unesa (IKIP) periode 1984-1988.
Pernah menuntut ilmu hingga Honolulu
Ketika duduk di bangku kuliah, Budi Darma mengambil Jurusan Sastra Inggris, Fakultas Sastra, Universitas Gadjah Mada. Dia berhasil meraih gelar sarjananya tahun 1963.
Setelah itu, Budi Darma pernah mengikuti International Writing Program di Universitas Iowa, Amerika Serikat, selama setahun pada 1967. Dia pun mendapat beasiswa dari East West Centre untuk belajar ilmu budaya dasar di Universitas Hawaii, Honolulu, Amerika Serikat.
Lalu pada 1975, Budi Darma meraih gelar M.A. dari Universitas Indiana, Bloomington, Indiana, Amerika Serikat, dengan tesis berjudul “The Death and The Alive”. Lima tahun kemudian, dia mendapatkan gelar Ph.D. dengan judul disertasi Character and Moral Judgment in Jane Austen’s Novel di universitas sama.
Sastrawan kenamaan Indonesia sekaligus Guru Besar Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Surabaya ini wafat di Rumah Sakit Islam (RSI) A. Yani, Wonokromo, Surabaya, sekitar pukul 06.00 WIB.
Kepala Humas Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Vinda Maya Setianingrum mengatakan, Guru Besar Fakultas Bahasa dan Seni Unesa itu wafat setelah berjuang melawan Covid-19 selama sebulan lebih.
Kabar kepergian sastrawan besar itu pun membuat suasana Acara Wisuda Unesa 2021 yang sedang berlangsung tiba-tiba hening. Kegembiraan acara kelulusan tiba-tiba berubah duka.
Para pimpinan memberhentikan sejenak prosesi wisuda untuk mengirimkan doa bersama. Dalam kesempatan itu, Rektor Unesa Nurhasan mengatakan bahwa segenap akademisi Unesa sangat kehilangan dan berduka atas kepergian Budi Darma.
Dia mengatakan bahwa Indonesia kehilangan seorang sastrawan besar yang berpengaruh. Bagi dia dan para akademisi Unesa, Budi Darma adalah guru sekaligus panutan. Meski Budi Darma telah berpulang, tetapi karya dan perannya di dunia sastra Indonesia akan dikenang dan menjadi warisan berharga.(*)