Editor: Totok Waluyo | Reportase: Rizka Septiana
Jakarta, Porosinformatif | Pekerjaan rumah untuk memulihkan ekonomi nasional tampaknya akan memerlukan upaya yang luar biasa. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 8,75 juta orang pada Februari 2021.
Jumlah tersebut meningkat 26,26% dibandingkan periode yang sama tahun 2020 lalu yakni sebesar 6,93 juta orang. Menurut Kepala BPS Suhariyanto, tingkat pengangguran di Indonesia sudah mencapai 2,56 juta penduduk dari 29,12 juta penduduk usia kerja.
“Ada 760 ribu penduduk yang termasuk dalam bukan angkatan kerja, serta 1,77 penduduk yang tidak bekerja. Lalu, terdapat 24,03 juta penduduk yang bekerja mengalami pengurangan jam kerja,” kata dia.
Sementara itu, Didik Junaidi Rahbini, ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance, mengatakan bahwa ada 7,8% atau 10,4 juta penduduk pengangguran.
Yang mengkhawatirkan, lanjut Didik, masih ada potensi pengangguran terselubung yang jumlahnya dua kali lipat lebih besar dari persentase tersebut. Padahal, dia menekankan, masalah pengangguran menjadi hal yang paling krusial dalam proses memulihkan ekonomi pada 2021.
Pasalnya, berdasarkan data September 2020 lalu, tingkat pengangguran berdampak terhadap jumlah kemiskinan yang mencapai 4,83 orang anggota rumah tangga.
Lebih dari itu, pandemi Covid-19 juga berdampak pada kualitas sumber daya manusia. Indeks Pembangunan Manusia Indonesia (IPM) pada 2020 hanya mencapai 71,94. Angka ini ada di bawah target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2020, yaitu sebesar 72,51.
“Hampir flat padahal pertumbuhan rata-rata per tahunnya 0,5-0,6%,” kata Suhariyanto.
Perlambatan pertumbuhan IPM tersebut sangat dipengaruhi oleh turunnya rata-rata pengeluaran per kapita. Indikator ini turun dari Rp11,3 juta pada 2019 menjadi Rp11,01 juta pada 2020 karena pendapatan masyarakat turun akibat pandemi.
Di sisi lain, Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance Esther Sri Astuti menyebutkan, IPM Indonesia akan meningkat jika ada penguatan investasi di sektor pendidikan, alih teknologi, dan kecukupan infrastruktur untuk mendukung sektor pendidikan.
Selain itu, kurikulum yang sesuai dengan pasar tenaga kerja serta alokasi anggaran sektor pendidikan yang tepat guna sehingga efektif juga perlu dilakukan.
“Kalau semua itu masih belum dipenuhi, maka IPM tidak akan tinggi,” kata Esther.
Adapun kelima faktor tersebut belum bisa dicapai pemerintah Indonesia selama ini. Dengan demikian, tak heran IPM tak mencapai target APBN. Tahun lalu, pemerintah juga tak berhasil mencapai target IPM sebesar 71,98. IPM ditargetkan mencapai 72,78-72,95 pada 2021.
Pernah Melonjak Tinggi
Meskipun perkembangannya kini datar, sebenarnya IPM Indonesia pernah melonjak tinggi hingga mengalami peningkatan rata-rata sekitar 0,89%. Indonesia masuk kategori sedang pada 2014 dan naik menjadi kategori tinggi pada 2018.
Prestasi tersebut terjadi pada periode 2014-2019 masa jabatan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan oleh Puan Maharani yang kini menjabat Ketua DPR RI.
Melalui kinerja Puan, pemerintah kala itu mampu membuktikan kerja nyata dalam mensejahterakan rakyatnya.
Pada 2018, IPM Indonesia mencapai 71,39% atau meningkat sebesar 0,58 poin dan tumbuh sebesar 0,82% dibandingkan 2017. Artinya, pembangunan manusia di Indonesia terus mengalami kemajuan.
Pembangunan manusia menurut standar United Nations Development Program (UNDP), terdiri dari 4 kriteria, yakni IPM >80 kategori sangat tinggi, IPM 70-79 kategori tinggi, serta IPM 60-79 kategori sedang.
Jadi, IPM Indonesia tahun 2018 yang berada di atas 70 tersebut mengindikasikan bahwa pembangunan manusia Indonesia masuk kategori tinggi.
Perlu diketahui, selama empat tahun lebih, IPM memang terus mengalami peningkatan. Terhitung pada 2014, IPM berada di angka 68,90, kemudian di 2015 menjadi 69,55, selanjutnya di 2016 sebesar 70,18, dan pada 2017 mencapai 70,8.
Tak hanya itu, kemajuan pembangunan manusia pada 2018 juga terlihat dari perubahan status pembangunan manusia di tingkat provinsi. Secara umum, ada 8 provinsi yang naik kelas atau mengalami peningkatan status pembangunan manusia.
Tujuh provinsi yang berstatus ‘sedang’ pada 2017 berubah status menjadi ‘tinggi’. Sementara itu, ada satu provinsi yang mengalami peningkatan status dari ‘rendah’ ke ‘sedang’.
Pada 2018, hanya ada satu provinsi yang IPM-nya masuk kategori sangat tinggi yaitu DKI Jakarta, kemudian ada 12 provinsi yang masuk kategori sedang, sedangkan 21 provinsi masuk kategori tinggi.
IPM tertinggi adalah DKI Jakarta yang mencapai 80,47, sementara yang terendah Papua, yaitu 60,06. Namun, IPM Papua pada 2018 ini sudah masuk kategori sedang.(*)