Tingkatkan Literasi Kesehatan, Good Doctor dan LSPR Luncurkan Program Edukasi “Good Knowledge, Good Health”

Editor: Totok Waluyo | Reportase: Rizka Septiana

Jakarta, Porosinformatif | Hidup dalam kenormalan baru di masa pandemi COVID-19, telah meningkatkan kesadaran tentang pentingnya mengambil langkah preventif dalam penatalaksanaan kesehatan yang menyeluruh.

Untuk memperjuangkan pentingnya tata laksana kesehatan yang menyeluruh, Good Doctor Technology Indonesia (GDTI) berkolaborasi dengan The London School of Public Relations (LSPR) Communication & Business Institute meluncurkan program edukasi “Good Knowledge, Good Health”.

Kolaborasi edukasi kesehatan ini berlangsung selama 6 bulan, sejak September 2021 hingga Februari 2022 guna meningkatkan literasi kesehatan dan menanamkan kebiasaan hidup sehat bagi generasi muda di Indonesia.

Program ini mencakup seminar daring tematik yang didesain untuk menciptakan diskusi seputar topik kesehatan yang relevan bagi masyarakat.

Seperti topik pentingnya deteksi dini dari penyakit kronis seperti diabetes, tips sebelum dan sesudah mendapatkan vaksinasi COVID-19, kesehatan mental, pengaturan makan sehat untuk mendukung sistem imun tubuh dan lain-lain.

Direktur Promosi dan Pemberdayaan Kesehatan Masyarakat, Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, dr. Imran Agus Nurali, Sp.KO menyampaikan apresiasi atas komitmen bersama Good Doctor dan LSPR untuk mempelopori inisiatif penyebaran informasi kesehatan dan mengadvokasi pentingnya membentuk pemikiran generasi muda melalui program edukasi kesehatan.

“Dengan banyaknya informasi kesehatan yang beredar di media tradisional maupun sosial, kami menyadari ancaman beredarnya penyebaran informasi kesehatan yang kurang tepat yang dapat membingungkan masyarakat terutama di masa pandemi COVID-19 ini,” ujarnya.

Managing Director Good Doctor, Danu Wicaksana mengatakan, lebih dari setengah pengikut media sosialnya merupakan dari kelompok usia milenial. Pihaknya menyadari pentingnya pemberdayaan kaum muda dengan menyerahkan tanggung jawab kesehatan ke tangan masing-masing dan menutup kesenjangan akses melalui teknologi digital.

“Bermitra dengan LSPR, semakin banyak kaum muda yang dapat mengakses aplikasi kami. Kami berkomitmen untuk menyediakan informasi kesehatan yang terpercaya yang dapat meningkatkan literasi digital dan memperkuat pemikiran dari kaum muda,” terangnya seraya optimis dengan pemberdayaan kaum muda akan mendorong mereka untuk membuat keputusan yang lebih tepat tentang kesehatan mereka di jangka panjang.

Dr. Andre Ikhsano, Rektor LSPR Communication & Business Institute menyebutkan, LSPR juga memiliki semangat yang sama.

“Kami sadar betul kesehatan adalah investasi penting untuk negara. Karena itu sebagai institusi pendidikan, kami harus terlibat aktif dalam meningkatkan literasi kesehatan generasi muda. Kolaborasi ini adalah salah satu cara efektif untuk mewujudkannya,” tegasnya.

Di bulan Oktober ini bertepatan dengan Bulan Kesadaran Kesehatan Mental Sedunia, topik webinar yang diangkat adalah “Kesehatan Mental untuk Semua: Mari Kita Wujudkan!”, yang diakui oleh Kementerian Kesehatan sebagai topik kesehatan yang penting untuk disampaikan kepada kaum muda, terkait meningkatnya prevalensi masalah kesehatan mental terutama di masa pandemi ini.

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan adanya lebih dari 19 juta penduduk berusia di atas 15 tahun mengalami masalah mental emosional dan lebih dari 12 juta penduduk berusia di atas 15 tahun mengalami depresi.

“Saat ini, prevalensinya di Indonesia meningkat tajam, yaitu 1 dari 5 orang atau 20% dari populasi berisiko mengalami masalah kesehatan mental. Artinya masalah kesehatan mental bisa terjadi pada siapa saja, termasuk anak muda,” imbuhnya.

Menurut Jenyffer, M.Psi, Psikolog Klinis, situasi pandemi Covid-19 membuat milenial sangat rentan mengalami gangguan kesehatan mental seperti depresi dan ansietas. Situasi pandemi membuat mereka sering kali merasa diabaikan, terbatasnya ruang untuk mengekspresikan diri dan bersosialisasi.

Adapun yang dapat dilakukan anak muda agar kuat mental selama pandemi menurut Jennyfer adalah: melihat rasa cemas sebagai alat bantu untuk mengambil tindakan agar tetap bisa berkembang dalam situasi sulit, temukan cara baru untuk berinteraksi dengan teman, fokus pada diri sendiri agar bisa menemukan cara produktif untuk bertahan di masa pandemi.

Dengan berkembangnya layanan kesehatan mental di Indonesia, banyak yang masih perlu dilakukan untuk menurunkan stigma yang diasosiasikan dengan kesehatan mental dan mendorong diskusi tentang kesehatan mental.

“Dari sekitar 10 ribu puskesmas di Indonesia, baru 60% puskemas yang memberikan layanan kesehatan mental,” tandasnya.

Dari sisi tenaga profesional yang menangani kesehatan mental, Indonesia juga masih kekurangan.

Ikatan Psikolog Klinis Indonesia (IPK) menyebutkan, jumlah psikolog klinis yang tersebar di Indonesia saat ini hanya sebanyak 2.782 orang. Artinya, hanya ada 1 psikolog untuk 90 ribu orang di Indonesia, sementara standard yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah 1 tenaga psikolog melayani 30 ribu orang. Sebanyak 70 persen berada di pulau Jawa, 20 persen terkonsentrasi di Jakarta.

Sedangkan sampai hari ini jumlah psikiater untuk pelayanan kesehatan jiwa hanya mempunyai 1.053 orang. Artinya, satu psikiater melayani sekitar 250 ribu penduduk.

“Maka telemedis juga menjadi solusi atas keterbatasan penanganan kesehatan mental di Indonesia. Terutama untuk milenial yang akrab dengan dunia digital, akses pengobatan kesehatan mental jadi lebih riil dan terjangkau,” papar Jennyfer yang juga dikenal sebagai content creator dalam bidang psikologi di Instagram @jen.psikolog.

Telemedis: Tingkatkan Akses untuk Menghapus Stigma Kesehatan Mental

Dalam aplikasi kesehatan digital Good Doctor, tersedia layanan telekonsultasi psikolog sejak April 2020.

dr. Adhiatma Gunawan, Head of Medical Management GoodDoctor menjelaskan, dengan adanya fitur telemedicine atau konsultasi online membuat milenial bisa mengakses pengobatan kesehatan mental dengan lebih mudah.

“Kebanyakan anak muda tidak nyaman menceritakan masalah emosional dan mental mereka kepada orang tua karena adanya stigma, maka telemedis menjadi solusi terbaik bagi milenial untuk berkonsultasi dengan psikiater atau psikolog tanpa takut dicap negatif,” imbaunya.

“Di masa peningkatan kasus COVID-19 di antara bulan Mei dan Agustus, kami mencatat peningkatan jumlah konsultasi harian terkait kesehatan mental hingga 80%, yang menjadi indikator bahwa semakin banyak kaum milenial yang mau berbicara terbuka tentang kondisi kesehatan mental yang dihadapi,” kata Adhiatma.

Episode pertama serial edukasi kesehatan ini mengangkat topik “Kiat hidup sehat sebelum dan sesudah vaksinasi” yang menyanggah mitos dan kesalahpahaman tentang vaksin.

Masyarakat masih bisa mengikuti beberapa topik seminar daring kolaborasi GDTI dan LSPR #GoodKnowledgeGoodHealth yang akan digelar di bulan-bulan mendatang melalui akun instagram Good Doctor @gooddoctorid.(*)