Editor: Totok Waluyo | Reportase: Buang Supeno
Malang, Porosinformatif | Keluarnya Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbud Ristek) Nomor 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di lingkungan perguruan tinggi, mendapatkan dukungan penuh dari Universitas Islam (Unisma) Malang.
Hal ini disampaikan Rektor Unisma, Prof. Maskuri saat menghadiri pelatihan Thematic Academy Digital Media Reporter bertempat di Kampus Unisma, kerjasama dengan BPSDP Kominfo Surabaya, Kamis (18/11/2021).
Dihadapan wartawan yang merupakan peserta pelatihan, pihaknya menyampaikan, dukungan yang diberikan juga dibarengi dengan adanya catatan.
Catatan yang terkait adanya potensi multitafsir dari aturan itu, “saya meminta adanya revisi terbatas yang dilakukan,” ujarnya.
Ia menjelaskan, revisi terbatas dapat dilakukan dengan mengubah diksi tanpa persetujuan korban.
Prof. Maskuri yang juga Ketua Forum Rektor Perguruan Tinggi Nahdhatul Ulama Se-Indonesia memandang, diantara pasal yang sangat problematis dan menimbulkan pro kontra ialah Pasal 5 ayat 2 dan 3.
“Kedua ayat dalam pasal tersebut mengandung ketentuan yang berpotensi menimbulkan multitafsir dan sangat rentan disalahgunakan untuk praktik-praktik yang bertentangan dengan moral agama dan nilai Pancasila,” terangnya.
“Kami sudah menyiapkan catatan. Ini ada di HP saya. Dan akan kami bawa ke Jakarta dan kita jumpa jumpa pers dalam waktu dekat, yang isinya bagaimana sikap Perguruan Tinggi Nahdhatul Ulama Indonesia bersikap,” imbuhnya.
Prof. Maskuri menilai, kehadiran Permendikbudristek 30/21 dinilai cukup baik dilihat dari kepekaan dalam merespon kondisi yang mendesak untuk memberikan perlindungan dan rasa aman setiap kegiatan civitas akademik, di tengah ancaman kekerasan seksual yang semakin hari semakin tinggi.
Tidak hanya itu, Permendikbudristek juga dianggap sebagai landasan untuk menguatkan pengambilan keputusan.
“Karena selama ini Unisma sudah memiliki aturan yang dikeluarkan rektorat, disamping itu setiap calon mahasiswa sudah menandatangani pakta integritas,” paparnya.
Dikutip dari Kompas.com, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim berkata, reputasi universitas yang baik saat ini juga dinilai dari cara penanganan kasus kekerasan seksual di lingkungan kampusnya.
“Jadi harus transparan melakukan investigasi jika ada kasus pelecehan seksual di lingkungan kampus. Tidak justru menutup-nutupinya,” tandasnya.
Berdasarkan survei internal dan eksternal yang dilakukan oleh Kemendikbudristek, seperti dikutip Kompas.com, angka kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi terhitung cukup besar.
Sebanyak 89% korban adalah perempuan dan 4% dialami laki-laki.
Berdasarkan 174 testimoni dari 79 kampus di 29 kota korban kekerasan seksual itu hampir 90% adalah perempuan. Tapi bukan hanya perempuan, laki-laki juga menjadi korban kekerasan seksual.(*)