Editor: Totok Waluyo | Reportase: Buang Supeno
Malang, Porosinformatif | Biasanya para seniman lukis menuangkan ide serta hasil karya mereka di atas kain kanvas. Namun berbeda dengan Fajar Edi Nugroho alias Jajang (55), ia melukis menggunakan kanvas kaca.
Melukis di atas kanvas kaca sering dikenal dengan sebutan seni melukis grafir. Di Kota Malang Jawa Timur, Jajang panggilan akrab Fajar merupakan satu-satunya pelukis grafir. Dirinya baru mulai menekuni kesenian melukis grafis pada tahun 2018.
“Saat itu masih belajar-belajar saja, bagaimana caranya melukis grafir, dengan bekal pengalaman melukis di kanvas, akhirnya bisa seperti saat ini,” katanya.
Jajang mengakui, dirinya senang melukis ketika kuliah di ISI Yogjakarta 1985 lalu, tetapi tidak sampai lulus. Karena semangatnya untuk bisa melukis, akhirnya dia kursus melukis ke sang maestro seni lukis realis Barli Sasmitawinata di Sentrasari Bandung.
Disebutkannya, Barli Sasmitawinata adalah seorang maestro seni lukis realis. Pria yang lahir di Bandung 18 Maret 1921 itu menjadi pelukis, berawal atas permintaan kakak iparnya.
Pada tahun 1935, Sasmitawinata mulai belajar melukis di studio milik Jos Pluimentz, seorang pelukis asal Belgia yang tinggal di Bandung.
Ia mulai menekuni dunia seni lukis sekitar tahun 1930-an dan merupakan bagian dari “Kelompok Lima” yang beranggotakan Affandi, Hendra Gunawan, Sudarso, dan Wahdi.
Fajar Edi Nugroho ikut Barli Sasmitawinata 7 tahun (1985-1992), berbagai kegiatan pameran yang diselenggarakan Barli tidak pernah ditinggalkan. Iapun menyertakan karya lukisnya diatas kanvas berpatner dengan sang Maestro.
“Bangga menjadi bagian dari kegiatan beliau, sekaligus menimba pengalaman,” tandasnya disela-sela menyelesaikan lukisan grafirnya.
Karena dirinya tidak mau disebut “mengekor” dengan gurunya, maka dia ingin mengembangkan bakatnya ke bentuk lukisan yang tidak banyak dimintai pelukis lainnya. Akhirnya Jajang, berlabuh ke lukisan kaca grafir.
“Yang paling mengesankan tatkala adanya pesanan hiasan rohani jamuan dinding kudus. Dari salah satu Gereja ternama dengan ukuran besar lagi, dihargai sekitar 3 juta-an mas,” ungkapnya bangga.
Pria kelahiran Kota Madiun 1966 itu mengatakan dari situlah dia memulai dikenal sebagai pelukis kaca grafir dengan goresan kuat ala Sang Maestro Barli Sasmitawinata.
Namun di tengah pandemi COVID-19 jumlah orderan semakin menurun drastis. Jajang bersama Agus Himawan pengelola Kopi Moejoer yang ada di Dusun Boro Desa Tawangargo Karangploso, mencoba membangun Galeri sekaligus berencana memberikan pendidikan melukis Kanvas maupun Grafir kepada masyarakat.
“Kami ingin memberikan pelatihan bagi masyarakat dan karangtaruna Dusun Boro, agar mereka punya keahlian yang bisa dikembangkan sebagai bekal hidupnya,” ungkap Agus Himawan yang getol mengembangkan budaya di daerahnya. (*)