Editor: Redaksi | Reportase: Totok Waluyo
Denpasar, Porosinformatif | Seminar Internasional yang diadakan Universitas Mahasaraswati Denpasar beberapa waktu lalu menobatkan Ladycia Sundayra, S.S., M.Hum. Dosen Prodi Sastra Jepang Fakultas Bahasa Asing Universitas Mahasaraswati Denpasar sebagai Pemateri Terbaik tahun 2021 ini.
Seminar Internasional yang mengangkat tema “Riset dan Komunitas Dampak Pemberdayaan untuk Pembangunan Berkelanjutan yang Inklusif” yang diikuti oleh pemateri dari seluruh dunia ini bertajuk International Conference on Sustainable Development (ICSD).
Ladycia Sundayra sengaja mengangkat tema materinya yang berjudul “The Application of Aisatsu in Japanese Hospitality Culture” (Pengaplikasian Aisatsu pada Kultur Hospitality Jepang) bertujuan untuk mengkaji tentang pengembangan wisata berkelanjutan yang tidak hanya mengandalkan teknologi dan alam yang ada, namun harus dibarengi dengan budaya yang dimiliki masyarakatnya.
“Fokus pada tulisan saya adalah budaya komunikasi masyarakat Jepang, yaitu aisatsu yang secara harfiah memiliki arti salam,” ujarnya saat ditemui di Kampus Unmas Denpasar, Selasa (21/12/2021).
Tidak hanya berfungsi sebagai sapaan biasa, menurut Ladycia yang juga pernah tinggal di Jepang ini menjelaskan, dalam konteks yang lebih tinggi, aisatsu didefinisikan juga sebagai ungkapan pujian dan rasa hormat.
Aisatsu tidak hanya dalam bentuk verbal, namun dibarengi juga dengan membungkuk (ojigi) atau gerakan tangan menyesuaikan pada konteks situasinya, urainya.
Sebagai contoh penerapannya di hotel saat tamu tiba di hotel: staff hotel akan mengatakan youkoso irasshaimashita sambil membungkuk, yang dapat diartikan selamat datang di hotel kami.
Kemudian, saat staff telah membuat tamu untuk menunggu, staff akan mengatakan omataseshimashita yang dapat diartikan sebagai terima kasih telah menunggu atau maaf telah membuat menunggu.
“Contoh yang bisa dilihat dari masyarakat Bali yaitu saat mengucapkan Om Swastyastu dengan mencakupkan tangan,” terangnya.
“Nah hal-hal seperti inilah yang harus terus dikembangkan dan diterapkan secara konsisten di dunia hospitality untuk membentuk ciri khas budaya hospitality di setiap daerah. Poin saya adalah sustainable itu tidak hanya dari segi energi, lingkungan dan teknologi, melainkan juga dari segi budaya,” tambahnya.
Melalui materi yang disampaikan pada Seminar Internasional kemarin, dirinya berpesan, local greetings sangat berharga untuk menjadi unique selling point bagi industri perhotelan agar tidak hanya menciptakan rasa sambutan yang hangat tetapi juga membedakan antara tempat lain.
Belajar dari budaya Jepang, inisiatif ini dapat dieksplorasi lebih jauh dan diimplementasikan terhadap budaya lain di seluruh dunia.
“Saya 1 tahun sempat sekolah di Jepang, dan sering business trip ke Jepang. Saat itu saya menyaksikan sendiri bagaimana kultur komunikasi ini diterapkan dengan sangat konsisten di Jepang. Saya harap di Indonesia dan khususnya Bali dapat menerapkan kultur komunikasi seperti ini di dunia hospitalitynya,” tutup Ladycia.(*)