Refleksi Hari Pers Nasional 2022, Pers Harus Kuatkan Fungsi Edukasi di Era Disrupsi

Oleh: Emanuel Dewata Oja
Ketua SMSI Bali

Gelombang perubahan platform informasi saat ini telah berubah dengan sangat drastis. Dahulu, orang memburu informasi lewat media-media mainstream, seperti media cetak dan media elektronik, saat ini terjadi sebaliknya. Manusia ‘diburu’ oleh informasi lewat berbagai platform baru yang sangat millenial.

Media sosial, semacam facebook, Youtube, Instagram dan sejenisnya telah sangat mendominasi kebutuhan masyarakat untuk memperoleh informasi.

Penyebaran informasi kepada masyarakat yang dilakukan media sosial dengan penetrasi tinggi, telah meruntuhkan ketergantungan perolehan informasi masyarakat pada masa sebelumnya yang menjadi monopoli media mainstream.

Penelitian yang dilakukan Dewan Pers tahun 2018 dan 2020, bahkan memperlihatkan kecenderungan bahwa media-media mainstream sudah menggunakan media sosial sebagai sumber suplai informasi dengan karakter melebihi media mainstream yakni aktual atau real time, faktual dan sangat informatif.

Celakanya, informasi-informasi yang disuguhkan media-media sosial tidak satu pun yang melewati proses verifikasi. Sehingga sering terjadi, masyarakat mengkonsumsi informasi yang tidak lengkap, tidak akurat, tidak edukatif.

Belum lagi, informasi-informasinya yang tidak terverifikasi tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat tertentu untuk kepentingan-kepentingan tertentu yang berdampak negatif bagi keutuhan bangsa.

Sedangkan media mainstream selalu menyuguhkan konten-konten yang dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat secara moril maupun material, lantaran konten-konten yang disuguhkan sudah melalui proses verifikasi, sesuai kaidah-kaidah jurnalistik, sebagaimana diamanatkan dalam beberapa pasal UU No. 40 tahun 1999.

Penyebaran hoax dan fake news misalnya. Hal seperti ini akan sangat membahayakan dan dapat mengancam keutuhan kehidupan berbangsa, karena disebarkan kepada atau oleh masyarakat Indonesia saat ini, yang notabene mayoritas tidak mendapat pengetahuan literasi digital secara memadai.

Dalam kondisi seperti itu, tidak ada suatu kekuatan apa pun yang bisa menggeser selera masyarakat dalam memperoleh informasi atau edukasi sosial. Apalagi terdapat kecenderungan kuat, media-media mainstream menduplikasi informasi-informasi dari media sosial. Seolah berloma-lomba mengisi ruang-ruang informasi publik dengan menyuguhkan berbagai konten yang mayoritas sangat informatif.

Padahal sejatinya, menurut ketentuan pasal 3 UU Nomor 40/1999, Pers Indonesia mempunyai empat fungsi utama, yakni fungsi edukasi, fungsi informasi, hiburan, kontrol sosial dan fungsi ekonomi.

Namun apa yang terjadi, begitu banyak media mainstream baik media cetak, elektronik maupun media online, melupakan salah satu fungsi pentingnya yaitu Edukasi.

Padahal, empat dari lima fungsi Pers, selain fungsi kelima yaitu fungsi sebagai Lembaga Ekonomi, sejatinya merupakan kekuatan utama media mainstream. Kekuatan Edukasi dari media mainstream adalah investasi berharga untuk bangsa baik sekarang maupun untuk masa mendatang.

Itulah alasan paling rasional mendorong media-media mainstream untuk kembali mengaktualisasikan fungsi edukasi sebagaimana diamanatkan pasal 3 UU Nomor 40 tahun 1999.

Semoga pada peringatan Hari Pers Nasional tahun 2022 ini, seluruh insan pers di Indonesia menyatukan tekad menguatkan kembali fungsi-fungsi pers dengan menitikberatkan pada aktualisasi fungsi edukasi. Semoga. (*)