Editor: Redaksi | Reportase: Totok Waluyo
Denpasar, Porosinformatif | Pernah hidup di bawah himpitan ketidakpunyaan, hanya dengan modal motor ‘ceketer’, itu pun masih kredit yang sering dikejar debt collector bahkan terakhir ditarik dealer karena tidak sanggup bayar utang, tidak membuat seorang Siti Sapurah menyerah.
Justru pahit getir penderitaan panjang sebagai seorang perempuan di perantauan meneguhkan hati Siti Sapurah atau akrab disapa Daeng Ipung untuk melakukan perlawanan terhadap ketidakadilan yang menimpa perempuan dan anak-anak Indonesia.
Ternyata Tuhan berencana lain, pada Senin, 14 Februari 2022 ini, Daeng Ipung bisa mewujudkan mimpinya membuat kantor Advokat dan Mediator Siti Sapurah & Rekan di Jalan Pulau Buton Nomor 14 Denpasar.
Kantor ini sekaligus memberi jalan kesempatan berperan aktif seperti cita-cita Ipung masa kecil yang ingin jadi seorang pembela, membela kaum perempuan dan anak-anak.
‘’Kantor ini sebenarnya di luar pikiran saya. Saya rasa tidak bisa membuat kantor secepat ini karena masih banyak yang harus saya selesaikan. Tetapi ternyata Tuhan berencana lain,’’ terang Daeng Ipung saat membuka secara resmi Kantor Advokat dan Mediator Siti Sapurah & Rekan, Senin (14/2) di Jalan Pulau Buton Denpasar.
Daeng Ipung, sang pencetus Undang-Undang Perlindungan Anak Indonesia (PAI) ini mengaku kantor yang dimiliki bisa berdiri di tengah pandemi adalah berkah yang luar biasa. Berkah yang tentu lebih melecutkan apa yang sudah dilakukan selama ini dan tak akan pernah menguranginya.
‘’Dan akan lebih saya gunakan kesempatan ini untuk membela anak-anak dan kaum perempuan baik di Bali maupun di luar Bali. Itu yang akan saya tetap lakukan sampai sekarang,’’ janji Ipung seraya meminta teman media membantunya. Bahkan Ipung mengaku tanpa rekan-rekan media ia tidak akan dikenal sebagai sosok Ipung di Bali bahkan sudah melampaui nasional.
Bak pohon, makin menjulang makin keras diterpa angin. Ketika Ipung tulus melangkahkan kaki, di antaranya rela membela sampai tuntas tanpa meminta bayaran, justru tidak sedikit orang-orang yang sudah dibantu malah balik memfitnah. Bahkan beberapa rekan seprofesi menuduh dirinya mendapatkan sponsor.
‘’Saya bersumpah demi Allah tidak ada satu pun yang mensponsori saya. Jangankan 10 juta atau satu juta, satu rupiah pun tidak ada kecuali bantuan dari Tuhan,’’ bebernya sambil mengaku siap buka kartu apa pun jika ingin bukti saat ini.
Walau Ipung sudah dikenal luas dan menorehkan banyak prestasi kerja, namun masih ada dua keinginannya yang belum terwujud, pertama membangun rumah besar dan kedua, soal penegakan hukum yang tidak maksimal.
‘’Dari tahun 2000 saya punya mimpi pingin punya rumah yang sangat besar dan membuat kamar-kamar di situ, menampung anak-anak yang dibuang sama orangtuanya. Anak-anak yang hidupnya tidak enak seperti anak-anak orang lain dan saya akan mengasuhnya di sana, menyekolahkan dan mendidik mereka untuk menanamkan etika moral, menegakkan idealisme dan juga nasionalisme. Itu yang ingin saya lakukan walau sangat berat seorang diri tapi selalu ingin berusaha untuk melakukan itu,’’ ujarnya bersemangat.
Soal kedua, Ipung mencermati penegakan hukum masih tajam ke bawah tumpul ke atas. ‘’Tapi untuk saya tidak. Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada bapak Kapolri, Kapolda, Kapolres atau setara, Kapolsek, kalau saya yang maju, bawa klien pasti jalan semuanya. Tapi bagaimana jika tidak seorang Ipung. Harapan saya janganlah karena saya seorang Ipung yang datang membawa kasus tiba-tiba kasus jalan sesuai dengan prosedur. Tetapi jika tidak ada Ipung, ini lambat sekali, kadang-kadang hilang. Sampai yang namanya korban pencabulan, pemerkosaan, kekerasan fisik capek berjuang. Inilah yang saya inginkan, bisakah penegakan hukum tidak lagi memandang siapa yang di sana, siapa yang sebagai kuasa hukumnya, atau siapa saja yang datang layanilah mereka, kasikanlah penegakan hukum sesuai dengan hukum itu sendiri. Jangan dimanipulasi, jangan dipropaganda, jangan dianggap ohh kamu terlalu begini, ohh begitu ohh kurang saksi kurang fakta, jangan,’’ ucap Ipung.
Ipung penuh harap karena masyarakat umum atau masyarakat yang di bawah tidak semuanya cerdas. Yang mereka tahu dirinya mengalami kejahatan, menerima kriminalitas, merasa dizolimi kemudian mereka datang ke polisi. Karena itu, Ipung memohon kepolisian untuk memberikan mereka pasal yang sebenarnya karena mereka tidak tahu pasal.
‘’Ini harapan saya ke depan, bagaimana undang-undang itu ditegakkan sesuai dengan aturan sebenarnya seperti ratu keadilan di meja saya (sambil menunjuk, red). Hukum itu buta, tidak memandang siapa pun yang membuatnya. Hukum itu selalu ada sesuai dengan timbangannya, memang dia jahat penjarakan dia, jika dia benar bebaskanlah dia,’’ pungkasnya.(*)