Tabanan, Porosinformatif| Bali merupakan salah satu provinsi di Indonesia. Di mana jumlah sekolah yang berada di Bali sebanyak 3457 sekolah. Jumlah ini berdasarkan data dari www.data.sekolah-kita.net saat diakses hari Rabu (20/12).
Namun dari ribuan sekolah yang terdiri dari PAUD hingga SMA/SMK, di Bali bisa dikatakan sekolah ramah siswa. Meskipun masih ada beberapa oknum guru atau pendidik yang melakukan kekerasan terhadap siswa.
Adapun upaya untuk meminimalisir kasus kekerasan di lingkungan sekolah, maka pemerintah melalui Kemendikbudristek mengeluarkan peraturan dengan Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (PPKSP) di Lingkungan Kesatuan Pendidikan.
Dilansir dari website resmi Kemendikbudristek Kemdikbud.go.id disebutkan bahwa Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 adalah regulasi yang bertujuan untuk mencegah dan menangani kasus-kasus kekerasan di satuan pendidikan yaitu sekolah.
Di sana juga menyatakan, Permen PPKSP ini juga bertujuan untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang inklusif, berkebhinekaan, dan aman bagi semua murid, guru, dan tenaga pendidik untuk dapat mengembangkan potensinya.
Lantas, apa saja sih bentuk kekerasan yang selama ini bisa terjadi di lingkungan sekolah?
Menurut Permendikbudristek PPKSP, yang termasuk kekerasan yang didefinisikan secara terperinci, sebagai berikut:
- Perundungan,
- Kekerasan Fisik,
- Kekerasan Psikis,
- Kekerasan Seksual,
- Diskriminasi dan Intoleransi,
- Kebijakan yang mengandung kekerasan.
Kepada Media Tempo.Co di Jakarta, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji mengatakan, guru menjadi mayoritas pelaku kekerasan di sekolah.
“Artinya, yang menjadi korban kebanyakan adalah peserta didik dan yang menjadi pelaku adalah guru,” ujarnya kepada Tempo.Co saat itu.
Berdasarkan data yang dihimpun Yayasan Cahaya Guru pada tanggal 1 Januari 2023 hingga 10 Desember 2023, tercatat ada 136 kasus kekerasan di lingkungan sekolah dan 19 di antaranya menelan korban jiwa.
Total 134 pelaku dan 339 korban yang 19 orang di antaranya meninggal dunia. Dalam sepekan, terjadi setidaknya 2-3 kasus kekerasan di lingkungan pendidikan. Hal ini merupakan bukti bagi dunia pendidikan bahwa kondisi sekarang tidak baik-baik saja.
Kasus perundungan memiliki total 42 kasus, kekerasan seksual 40 kasus, dan kekerasan fisik sebanyak 34 kasus. Kasus paling banyak terjadi di Sekolah Dasar (SD) dengan 40 kasus dan Sekolah Menengah Pertama dengan 35 kasus.
Jika dilihat dari lokasinya, kasus-kasus tersebut banyak terjadi di Provinsi Jawa Barat, yakni 32 kasus, disusul Jawa Timur 18 kasus, Jawa tengah 16 kasus, Sulawesi Utara 8 kasus, dan Sumatra Utara 7 kasus.
Data ini sedikit berbeda dengan tahun 2022 yang tercatat memiliki setidaknya 185 kasus. 117 kasus di antaranya pelakunya adalah guru di lingkungan sekolah.
Lalu, bagaimana jika siswa mengalami kekerasan? Mau lapor kemana?.
Beberapa waktu lalu, tepatnya pada tanggal 5 Oktober 2023, Pemerintah Provinsi Bali telah meluncurkan layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 milik KemenPPPA (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak).
Berdasarkan data dari Simfoni PPA, selama tahun 2022 telah terjadi 516 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terlapor di Provinsi Bali.
Hal ini disampaikan Staf Ahli Gubernur Bali Bidang PMK Made Sudarsana kepada Media Antara.
Menurutnya, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan masalah serius yang harus segera mendapatkan penanganan.
Ia juga mengungkap, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak seperti fenomena gunung es sehingga kasus yang menimpa perempuan dan anak menjadi tidak terlaporkan dikarenakan adanya rasa takut, malu, serta ketidakpercayaan terhadap sistem hukum.
Padahal ini merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia. Oleh karena itu, Pemprov Bali memiliki tanggung jawab moral untuk melindungi perempuan dan anak dari segala bentuk kekerasan.
Di waktu yang sama, Plt Deputi Pelayanan Anak yang memerlukan perlindungan khusus KemenPPA Lanny Ritonga, SAPA 129 merupakan pengaduan khusus perempuan dan anak yang dapat diakses oleh masyarakat, kapanpun dan dimanapun.
Masyarakat dapat melaporkan kekerasan yang dilihat atau dialami melalui telepon 129 maupun WhatsApp ke nomor 08111-129-129.
Selain itu, layanan yang digagas KemenPPA ini juga dapat digunakan untuk mencari informasi terkait permasalahan perempuan dan anak. Dengan demikian, layanan ini diharapkan dapat menjadi solusi bagi masyarakat ketika mengalami, melihat, atau ingin mengakses informasi seputar kekerasan terhadap perempuan dan anak.***