Perlunya Simbiosis Mutualisme dalam Hubungan antar Manusia

Oleh:
Totok Waluyo, S.H., C.MSP., C.SC., C.NSP.
Mediator Hukum

Bali, Porosinformatif| Sesuai dengan kodratnya, manusia adalah makhluk social yang tidak bisa hidup tanpa ada bantuan dari manusia lainnya.

Namun jika manusia terlalu menggantungkan hidupnya kepada orang lain, itupun juga tidak baik karena hasilnya pasti kecewa.

Oleh karenanya, demi menjaga keutuhan suatu pertemanan, persahabatan, bahkan kekeluargaan, azas saling memberikan keuntungan yang biasa disebut Simbiosis Mutualisme haruslah sama-sama dijaga.

Dan itu sangat perlu sekali dilakukan. Tidak mungkin hubungan antar kedua belah pihak hanya menguntungkan salah satu sisi saja.

Jelas hubungan tersebut akan putus dengan sendirinya, mengingat salah satu pihak tidak mendapatkan manfaat yang baik atau tidak seimbang.

Simbiosis Mutualisme ini sendiri dimunculkan di dunia ekologi hubungan antar dua makhluk hidup.

Seperti Simbiosis Mutualisme antara kerbau dan burung jalak, menurut buku Ilmu Pengetahuan Alam kelas IV untuk SD/MI, hubungan simbiosis mutualisme antara kerbau dan burung jalak terjadi karena kerbau memperoleh keuntungan dari burung jalak yang menghabiskan semua kutu di tubuhnya. Sementara burung jalak merasa untung, karena mendapatkan makanan dari kutu yang ada di tubuh kerbau.

Simbiosis mutualisme antara kupu-kupu dan lebah dengan tanaman. Kupu dan lebah membutuhkan nektar pada bunga sebagai makanannya. Sementara bunga membutuhkan kupu-kupu dan lebah untuk membantu terjadinya proses penyerbukan.

Namun, kata Simbiosis Mutualisme ini bertahap juga bisa digunakan sebagai ungkapan hubungan yang saling menguntungkan bagi umat manusia. Di mana hubungan antar kedua belah pihak atau lebih ke arah yang saling menguntungkan.

Berdasar uraian di atas, tidak fair rasanya bila ada manusia yang tidak transparan dengan dalih, dirinya tidak mungkin memberikan sesuatu lebih jika orang lain tidak berbuat lebih.

Di sini azas transparansi dan komunikasi jelas tidak terkoneksi dengan baik. Mengapa demikian? karena tidak ada kejelasan di awal terkait hasil yang di dapat bilamana sudah mengerjakan sesuatu.

Akhirnya, dalam suatu hubungan tersebut timbul manusia sebagai korban. Korban dari ketidaktransparanan informasi. Sudah melakukan sesuatu tapi tidak mendapatkan manfaat.

Orang seperti inilah yang patut kita waspadai, dari pada kita tidak enak bertanya, namun akhirnya kita sendiri yang dapat tidak enaknya.

Ada pepatah yang sering kita dengar, lebih baik perang di depan tapi jelas, dari pada gampangan tapi tidak mendapatkan apa.

Itulah perlunya Simbiosis Mutualisme di kedepankan. Mengerjakan sesuatu jelas hasilnya (bukan masalah besar atau kecil nilainya) tapi azas kepastian sudah terkonfirmasi sedari awal hubungan.

Butuh Mediator Hukum hubungi nomor WhatsApp di 08113999019 dengan Coach Toto Mourinho.***