Denpasar, Porosinformatif| Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Erwin Soeriadimadja, mendorong optimalisasi kelembagaan BUMD pangan, karena memiliki peran strategis sebagai counterpart atau kanal dalam menjaga inflasi daerah.
“Dalam Rapat Koordinasi Wilayah (Rakorwil) Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur (Bali-Nusra), diharapkan dapat menghasilkan kesepakatan untuk menjaga ketahanan pangan,” kata Erwin pada Minggu (17/3/2024).
Dia menyampaikan target inflasi 2024 adalah 2,5±1%, sehingga Bali Nusra harus memiliki langkah yang tepat untuk memitigasi potensi risiko inflasi di tahun 2024.
Berbagai tantangan mengemuka di awal tahun, yang pertama rangkaian HBKN dari Januari hingga April, dan peningkatan permintaan saat musim liburan seiring dengan kenaikan jumlah wisatawan.
Kedua, penurunan produksi komoditas pangan sesuai dengan pola musiman sehingga kurang mencukupi saat terjadi kenaikan permintaan dan ketiga hampir meratanya kenaikan harga komoditas pangan di nusantara sebagai dampak faktor cuaca, kekeringan dan semakin tingginya biaya input pertanian, seperti pupuk dan bibit.
Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, GA Diah Utari, menyampaikan bahwa volatilitas inflasi bulanan di Balinusra semakin rendah, namun tekanan inflasi pada Februari cukup tinggi, utamanya untuk inflasi tahunan Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau yang masih di atas 5%.
“Oleh karena itu, perlu adanya penguatan sinergi program pengendalian inflasi untuk mendukung tercapainya sasaran inflasi tahunan bahan makanan di bawah 5%. Utari menekankan poin penting upaya pengendalian inflasi melalui 4K yaitu keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi rantai pasok, dan komunikasi yang efektif,” katanya.
Dia menyebutkan aspek keterjangkauan harga dapat dicapai melalui pengaktifan gerai inflasi, intensifikasi operasi pasar dan bazar pangan murah, serta alokasi anggaran pemerintah daerah untuk Cadangan Beras Pangan (CBP).
Sementara, ketersediaan pasokan dapat didorong melalui peningkatan akses KAD dengan berbagai wilayah sentra produksi yang melibatkan BUMD/Koperasi untuk menjamin kontinuitas pasokan dan harga yang kompetitif.
“Dari sisi kelancaran distribusi, Pemerintah Daerah dapat menyediakan alokasi subsidi ongkos angkut untuk menjamin biaya distribusi yang terjangkau serta kerja sama dengan Pertamina dan Hiswana Migas untuk menjamin kecukupan bahan bakar subsidi,” ucapnya.
Selanjutnya, komunikasi yang efektif dapat direalisasikan melalui diseminasi rutin mengenai pengendalian inflasi serta meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam gerakan tanam di lingkungan rumah tangga, sekolah, hingga perkantoran.
Rakorwil Balinusra menghasilkan beberapa kesimpulan yang akan ditindaklanjuti, di antaranya meningkatkan peran pemerintah daerah dalam pengendalian inflasi, terutama melalui 6 langkah konkret yang meliputi pertama, operasi pasar, sidak pasar dan distributor, kerja sama dengan daerah penghasil komoditi, gerakan tanam, peningkatan realisasi belanja tak terduga, dan dukungan transportasi dari APBD.
Kedua, mendorong pembentukan atau penguatan kelembagaan Perumda/BUMD/BUMDes/Koperasi yang bergerak di sektor pangan dan meningkatkan perannya dalam pengendalian inflasi di daerah, seperti sebagai offtaker produk pertanian, pelaksana KAD, dan mendukung pelaksanaan kegiatan operasi pasar.
Ketiga, mendukung Perumda/BUMD/Koperasi/BUMDes pangan untuk mendapatkan fasilitasi distribusi pangan (subsidi ongkos angkut) serta memperoleh akses ke hulu pertanian.
Selain itu, diperlukan fleksibilitas tingkat pengembalian oleh Perumda/BUMD pangan kepada Pemda agar dapat berkontribusi lebih besar dalam kegiatan intervensi harga pangan.
Meningkatkan KAD, baik B2B maupun G2G, terutama antara daerah sentra produksi dengan daerah kekurangan pasokan. Pemda akan melakukan pemetaan champion produk di masing-masing wilayah serta memberikan dukungan akses dan referensi untuk terhubung dengan produsen champion.***