Denpasar, Porosinformatif| PPATK bekerja sama dengan Bank Indonesia menyelenggarakan Seminar Internasional dengan tema “Strengthening Internasional Cooperation on Asset Recovery and Urgency of Detection of Illicit Financial Flows on CyberEnabled Fraud” pada Jumat (17/05) di VOUX Hotel & Suites Bali.
Seminar ini diselenggarakan dalam rangka menunjukkan komitmen Indonesia sebagai anggota penuh FATF (Financial Action Task Force) serta bagian dari rangkaian kegiatan 22 tahun Rezim APUPPT PPSPM (Anti Pencucian Uang, Pencegahan Pendanaan Terorisme dan Pencegahan Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal) di Indonesia.
Seminar internasional ini menghadirkan pembicara ahli serta dihadiri oleh perwakilan lembaga dalam maupun luar negeri dengan topik pembahasan mengenai komitmen negara-negara di dunia dalam menghadapi kejahatan terkait CyberEnabled Fraud dan implementasi dari FATF recommendations. Indonesia juga menunjukkan komitmennya melalui penyusunan RUU perampasan aset.
Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT) adalah ancaman serius bagi ekonomi dan keamanan nasional.
Risiko ini juga berpotensi terjadi pada penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA BB).
Baca juga:
Bank Indonesia Bali Catat Rekor MURI Edukasi Cinta Bangga Paham Rupiah
Baca juga:
Sinergi Pengendalian Inflasi: Bank Indonesia dukung Gerakan Tanam Cabai di Lahan Tidur Kabupaten Buleleng
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali (KPwBI Provinsi Bali) melakukan beberapa langkah strategis untuk memperkuat penegakan program APU-PPT di Provinsi Bali.
“Kerjasama dengan Pemerintah Daerah, Otoritas terkait, dan Aparat Penegak Hukum (APH) terus dilakukan untuk menjaga kepercayaan publik terhadap ekosistem keuangan yang lebih aman dan transparan baik bagi penyelenggara KUPVA BB maupun konsumen,” ujar Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Erwin Soeriadimadja.
Erwin menjelaskan beberapa strategi yang dilakukan antara lain melalui kegiatan sosialisasi dan edukasi yang berkelanjutan, optimalisasi pengawasan KUPVA BB, serta melalui pertukaran data dan informasi untuk memantau transaksi yang mencurigakan (suspicious transaction).
Berbagai upaya tersebut membuahkan hasil, dimana hasil penilaian TPPU berdasarkan area geografis/provinsi pada SRA (Sectoral Risk Assessment) Bank Indonesia tahun 2021, Provinsi Bali tergolong sebagai wilayah berisiko rendah.
“Penegakan hukum terhadap TPPU dan TPPT tetap menjadi perhatian karena potensi terjadinya tindak pidana tersebut akan selalu terbuka ke depannya. Peran industri sangat penting karena memiliki pemahaman yang mendalam tentang kegiatan operasional termasuk dalam mendeteksi pola-pola transaksi yang mencurigakan dengan lebih efektif. Beberapa penguatan terhadap pemenuhan APU-PPT BB di Provinsi Bali membutuhkan peran aktif penyelenggara jasa keuangan termasuk pelaku KUPVA BB,” jelasnya.
Menurutnya peran aktif Direksi dan Komisaris Penyelenggara KUPVA BB di Provinsi Bali secara umum telah menunjukkan komitmennya untuk terus mendorong penerapan APU-PPT seperti misalnya pembuatan SOP internal Perusahaan dan keikutsertaan dalam sosialisasi atau kegiatan yang terkait dengan program APU & PPT.
Namun demikian hal ini masih perlu didorong terus ke depannya mempertimbangkan semakin berkembangnya teknologi, kompleksnya ketentuan dan semakin beragamnya nasabah/konsumen yang dihadapi oleh penyelenggara.
Pelaksanaan CDD (Customer Due Diligence) dan EDD (Enhanced Due Diligence) Hal ini mencakup proses permintaan data nasabah baik yang sederhana sampai dengan pendalaman informasinya.
Kedua hal ini adalah penting bagi Penyelenggara guna mengidentifikasi nasabah/konsumen dan selanjutnya mengidentifikasi kewajaran transaksi nasabah.
Konektivitas data dengan Dukcapil juga perlu didorong lebih lanjut untuk mengoptimalkan pelaksanaan CDD dan EDD oleh penyelenggara.
Adapun terkait Kepatuhan Pelaporan APU-PPT, Erwin menerangkan bahwa kesadaran atas kewajiban pelaporan oleh Penyelenggara masih perlu ditingkatkan ke depannya.
Hal ini mempertimbangkan hasil temuan pengawasan baik onsite maupun offsite dari KPwBI Provinsi Bali yang menunjukkan masih minimnya pelaporan penyelenggara atas transaksi keuangan mencurigakan (tidak wajar) yang terjadi pada perusahaannya.
“Dan ini perlu juga didukung dengan proses dan mekanisme pelaporan yang mudah, cepat dan tepat. Besar harapan kami kedepannya proses ini dapat dikawal bersamasama oleh Penyelenggara, Bank Indonesia selaku pengawasa dan PPATK selaku pihak penerima laporan,” tuturnya.
Apa langkah selanjutnya untuk memperkuat APU-PPT? Bank Indonesia mendorong pelaksanaan transformasi digital dalam proses pengawasan seperti di antaranya pemanfaatan regulatory technology (regtech) dan supervisory technology (suptech) yang mengaplikasikan big data, aritificial intelligence dan machine learning untuk kegiatan pengawasan.
Di sisi lain, Penyelenggara juga harus menunjukkan komitmennya melalui sikap aktif, terbuka dan kooperatif untuk menjalin berkomunikasi dan kerja sama demi menjalankan program APUPPT yang sesuai dengan ketentuan.
KPwBI Provinsi Bali terus mengevaluasi dan memantau pelaksanaan program APU-PPT oleh KUPVA BB di Provinsi Bali.
Harapannya ke depan industri KUPVA BB Bali dapat tumbuh menjadi industri yang sehat, aman dan kompetitif.
“Untuk itu, koordinasi dan kolaborasi antar stakeholder dan lembaga yang terkait perlu terus didukung untuk secara bersama mengawal dan mendorong penegakan rezim APU-PPT dan PPSPM di Indonesia,” tutup Erwin.***