Denpasar, Porosinformatif| Bali membutuhkan banyak start up inovasi perubahan iklim untuk mewujudkan program Bali Emisi Nol Bersih.
Program Manager New Nexus Energy Indonesia Rainy Putri menekankan UMKM merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia dengan sumbangsih sekitar 61 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Data itu membuktikan bahwa UMKM memiliki peran penting bagi perekonomian negara. Banyak dari UMKM tersebut merupakan startup dan merupakan generasi muda yang paham tentang perubahan lingkungan.
“Hanya saja masih sedikit teman-teman usaha yang bergerak di sektor iklim dan adaptasi iklim. Faktor penyebabnya kurangnya pengusaha bidang iklim karena regulasi masih kurang mendukung innovator berkembang secara baik,” jelasnya dalam pelatihan pelatihan dan fellowship bagi jurnalis muda bersama AJI Denpasar di Denpasar, Sabtu (7/10/2024).
Salah satu bentuk kekurangan regulasi itu seperti belum adanya keberpihakan terhadap akses pembiayaan dan kesadaran yang masih minim dari pemerintah.
Padahal, ekosistem inovasi iklim mampu menjadi solusi dalam membangun kesejahteraan manusia.
Rainy menuturkan selain masih kekurangan pelaku usaha startup inovasi iklim, ekosistem usaha di Indonsia juga masih kekurangan keterlibatan perempuan dana berusaha.
Karena pertimbangan itu pula Nexus mencoba meningkatkan jumlah pelaku usaha startup inovasi iklim serta keterlibatan perempuaan dalam program Matangi Bali sejak 2022 silam.
Program ini ditujukan karena Indonesia merupakan negara dengan ekonomi besar di Asia Tenggara.
Hanya saja saat ini menghadapi tantangan emisi karena ketergantungan terhadap energi konvensional seperti minyak, gas, dan batubara sangat tinggi.
“Selama setahun belakangan kami melahirkan matangi bali untuk membangun Bali mau menghidupkan. Kami pahan teman di Bali sangat erat hubungannya dengan alam. Kami hanya ingin mengingatkan dan membangun kembali supaya hubungan ini tetap terjaga dan pendekatan inovatif dan berwirausaha pertumbuhan hijau di Bali,” jelasnya.
Selama beberapa tahun dimulai, program ini telah mendukung sebanyak 333 pelaku usaha, dan 60 diantaranya merupakan perempuan. Adapun total dana yang digelontorkan hingga US$27 ribu untuk startup solusi iklim.
Hampir keseluruhan startup yang dilibatkan dimiliki oleh generasi muda. Dari jumlah ratusan pelaku usaha tersebut, Nexus memilih sebanyak 13 startup pada tahap awal untuk membantu mengembangan produk, layanan hingga model bisnis agar dapat membantu program mewujudkan mitigasi perubahan iklim.
Inovasi Bisnis di Bidang Iklim merujuk pada pengembangan produk, layanan atau model bisnis dan bertuuan untuk membantu mitigasi perubahan iklim.
CEO Griya Luhu Alfina Febriyanti menuturkan salah satu dampak lingkungan yang perlu diantisipasi dalam kondisi perubahan iklim sekarang adalah sampah.
Khususnya di Bali, persoalan sampah dari hulu hingga hilir masih menimbulkan berbagai persoalan. Problem ini pula yang kemudian membuat lahirnya Griya Luhu, salah satu startup yang bergerak dalam pemilahan sampah sejak tahun 2022.
Alfina menuturkan pihaknya melibatkan masyarakat dalam pemilahan agar memberikan dampak positif bagi lingkungan. Salah satu contohnya mulai berjalan di Desa Kedonganan.
Warga di desa ini membayar sampah yang datang, lalu dihitung berat sampah dan jenisnya menggunakan aplikasi Griya Luhu untuk membayar sampah ke petugas terkait.
Dari pemilahan ini, setiap rumah tangga akan ketahuan jumlah sampah yang mereka hasilkan setiap saat. Keberadaan Griya Luhu terbukti sudah mampu membantu masyarakat dalam hal pemilahan sampah.
“Kami mengedukasi tidak hanya Kedonganan tetapi di beberapa desa lain di pelosok, dan masyarakat kini mulai paham tentang arti pentingnya pengelolaan sejak awal dari rumah tangga,”jelasnya.***