Denpasar, Porosinformatif| Lebih dari sepekan hari raya keagamaan Nyepi dan Idul Fitri tahun 2025, berlalu. Akan tetapi persoalan Tunjangan Hari Raya (THR) masih menjadi perhatian utama di tengah kondisi pekerja di Bali, yang masih jauh dari kata sejahtera.
Banyak pekerja, terutama di sektor pariwisata, jasa, dan sektor informal, masih menghadapi ketidakpastian terkait pemenuhan hak-hak normatif mereka.
Ketimpangan relasi kerja, kontrak tidak jelas, hingga rendahnya perlindungan hukum membuat hak atas THR kerap diabaikan oleh perusahaan.
Oleh karena itu, komunitas peduli pekerja yang menamakan dirinya Aliansi Hak Pekerja Sejahtera (Hapera) Bali berkumpul dan mengambil sikap, Rabu (16/4).
Tampak hadir dari LBH Bali, Andi Winaba dan Felix Juanardo Winata; FSPM Regional Bali, Agung Rai; DFW Bali, serta Aji Denpasar, Ayu Sulistyowati.
Melalui siaran pers resminya, Hapera Bali menyatakan, meminta Pengawas Ketenagakerjaan Provinsi Bali untuk memberikan sanksi tegas kepada seluruh perusahaan yang terbukti melakukan pelanggaran ketenagakerjaan.
Termasuk pelanggaran berupa tidak membayarkan hak Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan kepada pekerja, serta memastikan perusahaan tersebut membayar ganti rugi atas keterlambatan atau tidak dibayarkannya THR.
“Bersama ini, kami juga menuntut Gubernur Provinsi Bali untuk memperkuat posisi Pengawas Ketenagakerjaan Provinsi Bali baik secara kuantitas maupun kualitas agar dapat memastikan terpenuhinya seluruh hak pekerja di perusahaan, termasuk hak THR Keagamaan,” kata mereka.
Terakhir, mendesak seluruh Dinas Tenaga Kerja Kabupaten/Kota di Provinsi Bali untuk secara intensif mensosialisasikan dan menegaskan kepada perusahaan mengenai tata cara pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan kepada pekerja, serta memastikan pemberian sanksi kepada perusahaan yang lalai dalam membayarkan THR, termasuk pengenaan denda dan sanksi administratif.***