Denpasar, Porosinformatif| Diterimanya surat somasi dari lawyer EAR kepada ATP dan MGH, ketiga koleganya (ATP, MGH, dan SIY) secara tegas akan segera membuat LP ke Polda Bali dalam waktu dekat.
Surat somasi yang diterima dari kantor hukum MRA & Partners yang beralamat di Jalan Drupadi Nomor 50 D Denpasar, dikatakan ketiganya sudah merupakan upaya pencemaran nama baik.
Bermula dari perseteruan antara MGH dan EAR mengenai MGH salah kirim paspor. Di mana saat itu, MGH yang berada di Bangkok meminta tolong EAR untuk meminjamkan sejumlah uang buat beli tiket pesawat, EAR yang pada saat bersamaan mengaku di Jepang, meminta MGH menunjukkan paspornya sebelum dia mengirim sejumlah uang, dikatakan MGH karena kalut, maka dia cepat-cepat menunjukkan paspor temannya.
“Disitulah awalnya si EAR ini marah dengan saya bang. Memang waktu itu saya sempat mengatakan sendiri, karena ternyata saya berdua, dia (EAR) marah kepada saya. Nah, orang teman saya ini juga sama dengan saya, yang di negeri orang tidak tahu apa-apa, makanya saya bilang saya sendiri waktu itu,” ujarnya melalui chat aplikasi perpesanan Whatsapp.
MGH juga menegaskan, bahwa selama ini dirinyalah yang lebih banyak berkomunikasi dengan EAR.
Pada saat EAR menghilang pertama dengan alasan membuang sampah di Singapore, disebutkan MGH dan ATP, EAR mengatakan, “my cousin here ask to move my rubbish in singapore”.
“Saat itu, EAR juga bilang bahwa handphonenya ketinggalan di Jepang, jadi hanya bisa berkomunikasi lewat PC saja.
Lalu pas mau dilaporkan sama (SIY dan ATP), EAR ini meminta tolong kepada saya agar dibantu menyampaikan maaf dan akan mengganti rugi sebesar Rp 75jt untuk kesalahan EAR yang menghilang karena mundur dari bisnis ini. Sebab mbak SIY mengatakan, ini si EAR plin-plan dan sudah membuat saya malu di notaris dan yang punya villa,” terangnya.
Ia melanjutkan, kemudian SIY meminta nomor si EAR kepadanya, tapi tidak diberikan.
“Saya call mbak SIY dan saya teruskan ke EAR. Karena ketakutan, EAR bilang sama saya untuk tidak memberikan nomornya ke mbak SIY. Please tolong kalian berdua bantu saya, dengan keadaaan si EAR menangis meminta bantuan,” kata MGH menjelaskan.
Di saat bersamaan, ATP mengatakan ke EAR, “kalau kamu (EAR) tidak punya uang sebaiknya jangan dilanjutkan karena kamu akan membuat saya malu”.
“Itu kami telponan bertiga dengan ATP dan EAR. Tetapi EAR tetap bersikukuh mau melanjutkan bisnis ini,” imbuh MGH.
Kemudian ATP bertanya sama EAR, kapan EAR ke Bali buat tanda tangan surat perjanjian kerjasama? EAR bilang, tunggu kerjaan selesai lalu ke Makassar, saya jemput lalu kita ke Bali bareng.
“Nah, di bulan Juli pertengahan si EAR sudah mulai menghilang dan sewa villa pun belum dibayar full, malah meminta tolong kepada ATP buat dibantu apa bisa dibayar setengah dulu. Pada saat itu EAR ingin meminjam uang ke ATP sebesar Rp 100 juta yang dimana waktu itu ATP sedang berobat di Bangkok (ortopedia). Jadi dia ini (EAR) mengatakan meminta tolong dengan memaksa untuk di pinjamkan uang tersebut, tapi saya bilang ke EAR, ATP tidak bisa minjami kalau Rp 100 juta, mungkin kalau 50 juta, ATP bisa, lalu EAR mengatakan naikin lagilah, bantu aku,” kata MGH kembali menerangkan.
“Dengan nada seperti menangis, dan saya katakan, 80 juta mentok. Si EAR menyetujui itu. Tetapi setelah ATP pulang ke Indonesia lalu ATP bertolak ke Bandung karena ada urusan kerjaaan, ATP sempat berkomunikasi dengan EAR, dia mengatakan bahwa setelah dari Bandung mau bertemu di Makassar dan menjemput di bandara lalu ke Bali. Namun selama ATP di Bandung si EAR sudah mulai menghilang karena sewa menyewa villa belum juga lunas sama sekali,” tutur MGH.
“Dan SIY mengatakan juga saat itu, ini membuang-buang waktu saya untuk mencarikan dia (EAR) villa, dan tidak ada pengertian sama sekali untuk akomodasi dan waktu saya yang terbuang sampai-sampai saya harus meninggalkan anak saya yang berumur 2 th untuk mencari villa. Dan keesokan harinya juga ke notaris untuk membuat akta kerja sama villa,” ujar MGH menirukan kata SIY saat itu.
Kembali ke surat somasi, dikatakan EAR dirinya kena tipu perihal uang. Padahal, menurut MGH, si EAR justru yang berbelit masalah uang.
“Dia (EAR) rinci total kerugiannya sebesar Rp190 juta. Ini saya klarifikasi total sebenarnya. Rp190 juta dikurangi Rp75 juta dikurangi Rp29 juta laptop, nah jadinya sisa Rp86 juta. Si EAR pinjam ke ATP pada saat itu Rp80 juta. Sedang total villanya itu Rp260 juta, jadi masih ada kurangnya si EAR itu adalah Rp100 juta sekian yang blm dibayar. Terus Rp75 juta itu yang baru sanggup dibayar sama EAR Rp50 juta, karena Rp75 juta itu adalah biaya pinalty ke SIY yang awalnya Rp90 juta. Untuk laptop itu Rp29 juta dibeli guna keperluan EAR buat kerjaan,” kata MGH menerangkan.
TW saksi dari ATP, MGH, dan SIY menegaskan, EAR dalam perjalananan histori perihal sewa menyewa villa dan beberapa transaksi berupa transfer sejumlah uang dikatakannya dalam surat somasi tidak sesuai dengan apa yang terjadi sebenarnya.
Dirinya menyebut, EAR sempat melakukan video call dengannya, di mana pada saat itu, EAR meminta tolong agar bisa membuat ATP lebih tenang.
Di sini TW mengatakan juga mendengar ATP menyampaikan ke EAR lewat video call hari dan jam yang sama, ATP memutuskan untuk tidak melanjutkan membantu bisnis villa dan ATP mengatakan kepada EAR tolong kirim alamat lengkapnya untuk mengembalikan laptop karena si EAR tidak bisa ditebak tempat tinggalnya di mana.
“Dan EAR juga sempat meminta saya doakan, setelah video call mati beberapa jam kemudian si EAR meminta maaf lewat pesan what’sapp,” imbuh TW.
“Saat itu memang si EAR ini sempat menghilang dan tidak berkabar selama 2 hari,” jelas TW.
“Intinya, jika memang dia EAR merasa kena tipu oleh kami (perihal sewa menyewa villa), ngapain juga kami harus hadir di notaris, yang notabene dia (EAR) tidak kunjung datang waktu ke notaris tersebut,” tutur ATP yang turut memberikan komentar.
“Jadi bang, apapun yang disangkakan ke kami dalam surat somasi tersebut, kami bisa jawab semuanya. Asalkan, TKP yang dijadikan rujukan adalah TKP awal saat dia (EAR) transfer dari Jepang,” katanya menekankan.
“Dan jikalau dia (EAR) bisa benar-benar membuktikan ada di Jepang saat itu, saya bisa kembalikan uangnya sebanyak sepuluh kali lipat,” kata ATP.
Di tempat yang berbeda, MGH dan SIY melalui aplikasi perpesanan juga menyatakan hal yang sama dengan ATP, yaitu perihal pembuktian EAR berada di Jepang.
Tidak hanya itu saja, yang menjadi kebingungan ATP, MGH, serta SIY disampaikan mereka adalah perihal status si EAR.
Menurut ketiganya, EAR mengaku seorang pengusaha dan kerja di Jepang. Terus pas di Indonesia, EAR mengatakan Asisten Pribadi omnya yang menjabat sebagai anggota dewan di Makassar dan selalu meeting dengan pejabat dan Gubernur Sulsel.
“Sebenarnya kerja apa dan maunya apa dia (EAR). Kalau mental dia (EAR) rusak, jangan bawa-bawa kami juga ke dalam hal-hal yang membuat kami jadi rugi waktu dan ikutan rugi secara mental health,” tutur mereka (ATP, MGH, SIY).

Sementara, Ida Bagus Martha T. A., S.H., M.H. bersama I Gusti Bagus Agung Kusuma Atmaja, S.H., M.H. selaku Lawyer EAR saat ditemui di kantor MRA & Partners mengatakan, kami mewakili klien kami yang katanya diduga mengalami penipuan atau penggelapan, makanya kami melayangkan surat somasi sesuai informasi yang diterima dari klien kami kepada saudara ATP dan MGH.
Untuk saudari SIY tidak kami layangkan surat somasi, karena hingga saat ini klien kami tidak pernah bertemu dengan saudari tersebut.
“Karena segala sesuatunya, klien kami hanya berhubungan dengan saudara ATP,” ungkapnya.
Adapun surat somasi yang dilayangkan, pihaknya menyatakan bertujuan untuk mengetahui versi dari lawan hukum seperti apa.
“Apa sebenarnya yang terjadi, baik itu dari ATP dengan klien kami, maupun dari MGH dengan klien kami,” tuturnya seraya berharap yang bersangkutan hadir memenuhi undangan kami untuk memberikan keterangannya, namun itu tidak kami paksakan untuk kedatangannya.
“Untuk bukti-bukti yang kami miliki, kami rasa dari pihak lawyer sudah cukup untuk melaporkan yang bersangkutan (ATP dan MGH) ke Polda Bali, mengingat objek hukum ada di wilayah Provinsi Bali,” katanya menegaskan seraya menambahkan, dugaan tindak pidana penipuan dan/atau penggelapan ini harus ditindak tegas, agar tidak mencoreng citra pariwisata Bali.***