Kementerian Pertanian gelar G20 Meeting of Agricultural Chief Scientists (MACS) ke-11 di Bali

Bali, Porosinformatif| Sebagai bagian dari pertemuan presidensi G20 Indonesia, Kementerian Pertanian menyelenggarakan pertemuan Kepala Peneliti bidang Pertanian ke-11, di Bali, Indonesia pada 5-7 Juli 2022. G20 Meeting of Agricultural Chief Scientists (MACS) merupakan bagian dari Agriculture Working Group (AWG) dengan beranggotakan para ahli sesuai kepakaran dari negara anggota G20. Kegiatan MACS yang mengusung tema “Sustainable intensification to meet food security and environmental objectives” tersebut merupakan kegiatan pertama AWG-G20 yang diselenggarakan secara offline.

Pertemuan tahunan G20 MACS, didasarkan pada inisiatif para menteri pertanian negara-negara G20 untuk menjawab isu spesifik maupun pertanyaan-pertanyaan sentral di bidang pertanian dan juga gizi, yang dianggap terlalu besar untuk diselesaikan hanya dengan upaya nasional. Selain itu juga untuk lebih mengkoordinasikan sistem penelitian pertanian di negara G20 dan mencari serta menerapkan strategi solusi bersama.

Selain itu, anggota G20 menyadari bahwa hasil penelitian pertanian, teknologi, serta inovasi memainkan peran yang sangat penting dalam mendukung produktivitas dan produksi yang lebih baik, nutrisi yang lebih baik, lingkungan yang lebih baik. Sehingga setiap keberhasilan dalam pendekatan maupun implementasi setiap negara perlu dibagikan di antara anggota G20 sebagai solusi bersama.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Fadjry Djufry bertindak sebagai Chair dalam pertemuan MACS G20 yang pada tahun ini menjadi pertemuan yang ke-11, didampingi Husnain, M.P,M.Sc., Ph.D. dan Ir. Syafaruddin, Ph.D. sebagai Co-chair. Bertindak sebagai Ketua Delegasi Indonesia adalah Dr. Haris Syahbuddin, DEA, Sekretaris Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Pada pertemuan ini, para ahli dari negara anggota G20, negara tamu dan beberapa lembaga internasional membahas empat isu prioritas pertanian global yang diajukan oleh Indonesia, yaitu kebijakan ketahanan pangan pasca pandemi Covid-19; Pertanian pertanian tangguh iklim (climate ressilient agriculture); food loss and waste (FLW) serta pertanian dan ketertelusuran digital.

Fadjry menjelaskan, sektor pertanian terbukti dapat merespon krisis yang terjadi akibat pandemi Covid-19 dengan baik, namun tetap ada kebutuhan mendesak untuk membahas dan merancang rantai pasok yang optimal, baik pada skala lokal maupun global.

Perubahan iklim juga menjadi salah satu topik yang diangkat pada pertemuan ini. Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo memberikan perhatian khusus terhadap issue ini. Dalam berbagai kesempatan, Mentan menyatakan pentingnya adaptasi terhadap perubahan iklim, salah satunya dengan menggiatkan pertanian ramah lingkungan.

Penggunaan sumberdaya alam secara berkelanjutan dalam sistem produksi untuk mencapai produktivitas jangka panjang perlu didukung, mengingat sektor pertanian merupakan sektor yang rentan sekaligus berkontribusi terhadap perubahan iklim. Oleh karena itu, sangat penting untuk melanjutkan dan memperkuat upaya kerjasama penelitian global dalam pertukaran penelitian, pengetahuan, dan inovasi untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

Sesuai perkembangan jaman, penerapan pertanian digital tidak dapat lagi dihindari dalam perbaikan kerangka sistem pangan. Pertanian digital memiliki potensi untuk meningkatkan produktivitas pertanian, efisiensi biaya, perluasan pasar, dan manfaat lingkungan melalui penggunaan sumber daya yang dioptimalkan.

Sedangkan ketelusuran digital dapat menjadi kunci dalam pendekatan keamanan pangan berbasis resiko, khususnya dalam menyediakan informasi bagi konsumen, sehingga dapat mengarah pada sistem pangan yang lebih aman dan berkelanjutan. “Kami mendorong penguatan kapasitas melalui pelatihan dan kolaborasi penelitian untuk meningkatkan penggunaan dan penerapan teknologi pertanian dan ketertelusuran digital.” tutup Fadjry.

Sebagai rangkaian pertemuan, pada hari ketiga diselenggrakan kunjungan lapang ke Subak Jatiluwih. Subak sebagai salah satu kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat petani di Bali merupakan organisasi yang khusus mengatur tentang manajemen atau sistem pengairan/irigasi sawah.

Dalam pertemuan ini, delegasi MACS G20 berbagi pengalaman serta praktik terbaik dari negara masing-masing dan menyatakan akan memperkuat kerja sama penelitian internasional terkait empat topik diatas. Pertemuan ditutup dengan remarks dari India sebagai G20 Presidensi di tahun 2023.(*/01)