Coke Tour 2.0, Upaya Coca-Cola Ajak Masyarakat Komit dalam Mengelola Sampah dari Hulu ke Hilir

Bali, Porosinformatif| Coca-Cola Europacifik Partners (CCEP) Indonesia sebagai salah satu warga usaha yang beroperasi di Provinsi Bali menyadari bahwa sinergi, kolaborasi dan kontribusi merupakan aspek penunjang keberlanjutan usaha (sustainability).

Salah satu wujud upaya nyata adalah dengan tindakan yang harus terus dilakukan melalui wadah edukasi dan studi lapangan. Yaitu dengan mengajak insan media untuk turut berpartisipasi memberikan informasi kepada masyarakat terkait proses pengelolaan dan penanganan sampah sebagai “Komitmen Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat”.

Kegiatan Coke Tour 2.0 diikuti belasan media dengan mengunjungi TPST-3R Seminyak dan Malu Dong Place di Denpasar, Rabu (31/8/2022) lalu.

Di masa pandemi Covid-19 yang masih terus berlangsung, Bali melakukan berbagai penyesuaian untuk mengangkat kembali citra sebagai ikon pariwisata ternama di Indonesia dan dunia. Dibukanya kembali akses untuk menyambut wisatawan datang ke Bali dengan aman dan nyaman.

Tapi, di satu bagian, ada permasalahan kompleks yang masih juga belum terselesaikan, tanpa adanya gotong royong atau kerja sama dari segala elemen yang ada di masyarakat, yaitu sampah.

Beberapa pelaku usaha maupun komunitas peduli sampah mengatakan, hingga sekarang dan sampai detik ini, masyarakat masih mempercayai bahwa TPA atau TPS memiliki arti sebagai Tempat Pembuangan Akhir dan Tempat Pembuangan Sampah.

Hal ini dikatakan sangat salah sekali, dan akhirnya pendidikan tentang sampah tidak tersampaikan kepada masyarakat penghasil sampah itu sendiri.

Ketua TPST-3R, I Komang Rudhita Hartawan dan Ketua Komunitas Malu Dong, Komang Sudiarta secara kompak menyatakan bahwa seharusnya TPA itu adalah Tempat Pengelolaan Akhir dan TPS adalah Tempat Pengelolaan Sampah.

Diharapkan, dengan pahamnya masyarakat akan arti pentingnya suatu kata, maka tindakannyapun akan berbeda. “Paling tidak, masyarakat tidak hanya membuang sampah, namun juga bisa mengolahnya terlebih dahulu sebelum sampah yang bersifat residu dibuang,” ujar Pak Koming panggilan akrab Komang Rudhita kesehariannya.

Senada dengan Pak Koming, Om Bmo panggilan Founder Malu Dong juga demikian, dirinya menyatakan edukasi tanpa adanya praktik, itu merupakan hal yang sia-sia. “Mengapa demikian? karena alam bawah sadar pikiran manusia akan selalu membenarkan bahwa membuang sampah sembarangan adalah tindakan yang wajar. Coba jika dibarengi dengan tindakan atau praktik, maka respon pikiran akan selalu membiasakan manusia untuk membuang sampah pada tempatnya,” terangnya.

Ke depan, tepatnya pada bulan November nantinya, Indonesia akan menjadi tuan rumah gelaran meeting dunia yang biasa disebut Presidensi G20. Dimana salah satu poin penting yang harus segera diselesaikan mencakup penanganan dan pengelolaan sampah.

Dilansir dari https://databoks.katadata.co.id, berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), provinsi Bali menghasilkan 915,5 ribu ton timbulan sampah sepanjang tahun 2021. Ini menjadikan Bali sebagai provinsi penghasil sampah terbesar ke-8 di Indonesia.

Jika dirinci berdasarkan wilayahnya, timbulan sampah di Bali paling banyak berasal dari Kota Denpasar, yakni 349,5 ribu ton pada tahun 2021.

Di urutan selanjutnya ada Kabupaten Gianyar dengan 141,4 ribu ton sampah, Kabupaten Buleleng 123,7 ribu ton, Kabupaten Badung 116,7 ribu ton, dan Kabupaten Tabanan 84,2 ribu ton.

Berdasarkan sumbernya, sampah di Bali paling banyak berasal dari aktivitas rumah tangga dengan porsi mencapai 40,58% dari total sampah di provinsi tersebut. Diikuti sampah dari aktivitas perniagaan 18,22% dan dari pasar 17%.

Tidak hanya itu, belum maksimalnya pengelolaan sampah di TPA Regional Suwung, melahirkan kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Gubernur Bali Nomor 47 Tahun 2019, dimana penyelesaian persoalan sampah akan dilakukan di sumber (desa).

“Peraturan Gubernur ini akan mempercepat upaya melindungi dan memperbaiki alam lingkungan Bali beserta segala isinya di bidang pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga,” kata Gubernur Bali Wayan Koster saat memberikan keterangan media di Rumah Jabatan Gubernur Bali, Jaya Sabha di Denpasar, pada hari Kamis (21/11/2019) lalu.

Saat itu, Koster mengatakan juga bahwa penanganan sampah pola lama “kumpul-angkut buang” harus diubah mulai dari memilah dan mengolah sampah di sumber (dari hulu ke hilir).

Oleh karenanya, Pemerintah Provinsi Bali mengimbau, agar masyarakat di seluruh desa di Bali, melakukan pengelolaan sampah berbasis masyarakat melalui pendekatan 3R (reduce, reuse, recycle) yang implementasinya diolah oleh Tempat Pengelolaan Sampah berbasis 3R (TPS-3R).

Namun faktanya, dalam pengelolaannya juga tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ketua TPST-3R, I Komang Rudhita Hartawan menjelaskan secara gamblang, banyak duka daripada suka terkait usaha pengelolaan sampah yang dinakhodainya.

Ia menerangkan, masalah utama dalam pengelolaan sampah ada di masalah modal. “Karena memang dalam mengolah sampah itu, modalnya besar,” tegasnya.

Tidak hanya itu, kesadaran dalam menjaga kebersihan lingkungan dari sampahpun juga harus dilakukan edukasinya semenjak usia dini, ujar Om Bmo, Founder Malu Dong.

Coke Tour 2.0 yang digagas CCEP Indonesia memiliki tujuan utama yaitu mengenali metode dan langkah efektif yang dapat dilakukan bersama dalam pengelolaan sampah dan komunitas lingkungan, membangun kesadaran oleh tiap-tiap individu untuk paham dan bijak bertanggungjawab dalam mengelola sampahnya, meningkatkan perhatian lebih masyarakat, pemerintah, maupun pihak-pihak lainnya yang berkepentingan dalam mewujudkan lingkungan yang bersih melalui publikasi media, menyampaikan langkah dan upaya bisnis keberlanjutan CCEP Indonesia, serta membangun sinergi, kolaborasi, kerjasama dan hubungan positif dengan komunitas hingga keterlibatan pemangku kepentingan dalam mendukung proses pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan.(*/01)