Opini:
Kadek Ageng Nuartha
Mahasiswa Magister Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Dwijendra University
Anak adalah generasi penerus bangsa. Setiap anak perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental, maupun sosial agar kelak mampu bertanggung jawab dalam keberlangsungan bangsa dan negara.
Negara menjunjung tinggi hak asasi manusia, termasuk di dalamnya hak asasi anak sebagaimana diatur dalam UU No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Salah satu kasus pelanggaran terhadap hak asasi anak adalah tindakan pemerkosaan.
Pelakunya tidak lagi mengenal status, pangkat, pendidikan, jabatan, dan usia korban.
Para pelaku dari tindak pidana perkosaan seringkali adalah orang-orang yang dikenal oleh korban bahkan masih mempunyai hubungan keluarga.
Peristiwa ini terjadi di Kabupaten Tabanan, yaitu seorang ayah kandung yang melakukan persetubuhan dengan anak kandungnya sendiri.
IK (48) tega melakukan persetubuhan dengan anak kandungnya dan keponakannya.
Kapolres Tabanan AKBP Ranefli Dian Candra mengatakan korban disetubuhi sejak duduk di kelas 4 SD.
Kasus ini terkuak karena kecurigaan guru korban yang sering melihat korban melamun dan murung.
Korban kemudian diajak berkonsultasi dengan guru BP, terungkaplah bahwa korban disetubuhi oleh ayah kandungnya.
Atas tindakannya tersebut tersangka dijatuhi hukuman pasal 81 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman dipidana penjara maksimal 15 tahun dan denda Rp5 Miliar.
Pemerkosaan menjadi momok menakutkan karena akan mempengaruhi psikologis perkembangan anak terlebih jika pelaku adalah ayah kandung korban.
Hal ini akan menimbulkan trauma atau rasa malu kepada keluarga atau masyarakat serta dapat menimbulkan trauma dalam kehidupannya hingga dewasa.
Kasus seperti ini sering mengalami hambatan saat melaporkan ke kepolisian karena tidak adanya dukungan dari keluarga apalagi pelaku adalah orang yang dia hormati.
Tentunya dukungan anggota keluarga lainnya untuk mengangkat kasus ini menjadi salah satu faktor penentu bagi korban untuk melakukan upaya hukum.
Hal ini yang kadang menyebabkan lolosnya pelaku pemerkosaan/pencabulan dari jerat hukum.***