Denpasar, Porosinformatif| Fakultas Hukum Dwijendra University kembali mengajak mahasiswanya ke Puri Agung Jro Kuta guna mengenalkan budaya adat Bali, Selasa (15/11/2022).
Tidak hanya mahasiswa dari FH Undwi saja, tampak juga mahasiswa dari Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati asal Cirebon juga turut mengikuti kunjungan tersebut.
“Kegiatan hari ini merupakan implementasi Tri Dharma Perguruan Tinggi dan juga merdeka belajar kampus merdeka,” tutur Dekan Fakultas Hukum Dwijendra University Dr. A. A. Sagung Ngurah Indradewi, S,H., M.H kepada Porosinformatif.
Ia menambahkan, kunjungan hari ini merupakan upaya fakultas yang diampunya untuk memberikan literasi perihal budaya adat yang ada di Bali.
Diharapkan, dengan adanya kegiatan seperti ini, mahasiswa bisa memahami kultur budaya secara langsung dari masyarakat adat sehingga bisa memahami perubahan ilmu sosial ataupun hukum di Desa Adat.
Didampingi Wakil Dekan dan dosen FH Undwi, Sagung kembali menegaskan, literasi terhadap budaya adalah hal yang pokok harus diketahui seluruh mahasiswa.
“Karena dengan memahami kultur budaya, mahasiswa fakultas hukum bisa mengerti langkah hukum apa yang digunakan jika terjadi suatu permasalahan di masyarakatnya,” tutur Sagung.
Sementara, ditemui di tempat yang sama, I Gusti Ngurah Mandala Putra S.H., M.Si. tokoh Puri Agung Jro Kuta menyampaikan terima kasih dan apresiasi atas kunjungan dari FH Undwi hari ini.
History Puri Agung Jro Kuta
Berdasarkan literasi dari beberapa sumber, Puri Agung Jro Kuta saat ini dihuni delapan kepala keluarga yang merupakan keturunan langsung dari Raja.
Keluarga Puri Agung Jro Kuta disebutkannya keturunan langsung Puri Klungkung yakni Dewa Agung Kusamba yang merupakan Raja Klungkung.
Puri Agung Jro Kuta didirikan sekitar tahun 1820 Masehi oleh Dewa Gede Jambe Badung atau Kyai Agung Gede Jro Kuta Kahuningan yang berasal dari Kerajaan Klungkung.
Puri Agung Jro Kuta dikelola secara turun-temurun oleh keturunan Kerajaan Klungkung.
Sejarah Puri Agung Jro Kuta juga tidak lepas dari peristiwa Puputan Badung yang terjadi di tahun 1906.
Pada 16 September 1906, I Gusti Ngurah Alit Gede bersama pasukannya gugur di dekat Sanur ketika menghadang pasukan Belanda yang ingin memasuki Denpasar.
Begitu pula I Gusti Ngurah Agung, turut berjuang bersama masyarakat melawan pasukan Belanda di Denpasar pada 20 September 1906.***