Maraknya Pelanggaran Kode Etik Oknum Polisi

Opini:
I Gusti Agung Gede Kresnajaya
Mahasiswa Magister Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Dwijendra University

Akhir-akhir ini sedang marak kejadian pelanggaran kode etik oleh oknum Polisi.

Seperti kasus yang tidak asing yaitu pembunuhan Brigadir J.

Di mana dalam kasus ini sudah ditetapkan 4 tersangka yaitu Bharada E, FS, Bripka RR, dan KM.

Keterlibatan RR dan KM diungkap oleh Bharada E, saat diperiksa Tim Khusus Polri.

Bharada E dijerat Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP, sedangkan, Brigadir RR dan KM dipersangkakan dengan Pasal 340 tentang pembunuhan berencana subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP.

Setelah dilakukan gelar perkara pada 9 Agustus 2022, Tim Khusus memutuskan untuk menetapkan FS sebagai tersangka pembunuhan terhadap Brigadir J.

Tim Khusus menemukan bahwa peristiwa yang terjadi adalah peristiwa penembakan terhadap Brigadir J yang menyebabkan Brigadir J meninggal dunia, yang dilakukan oleh Bharada E atas perintah FS.

Walaupun terkesan lambat, setelah satu bulan peristiwa terjadi, hasil penyidikan Polri terhadap Brigadir J sejauh ini patut diapresiasi.

Namun, Polri masih harus menuntaskan pengusutan dengan menetapkan semua orang yang terlibat kasus pidana sebagai tersangka tanpa terkecuali.

Selain itu, Polri juga perlu melanjutkan penyidikan terhadap dua laporan kasus lainnya, yaitu pelecehan seksual dan percobaan pembunuhan.

Profesionalisme kepolisian dalam menangani kasus-kasus tersebut akan menjawab, apakah Polri mampu melewati ujian ini untuk mempertahankan kepercayaan publik.

Adapun sanksi yang akan dikenakan ketika polisi tak menjalankan etika tersebut. tertuang dalam Peraturan Kepala Kepolisian (Perkap) Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Republik Indonesia.

Merujuk Pasal 21 ayat (1), anggota Polri yang dinyatakan sebagai pelanggar akan dikenakan sanksi Pelanggaran KEPP berupa:

  1. Perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela;
  2. Kewajiban pelanggar untuk meminta maaf secara lisan dihadapan Sidang KKEP atau secara tertulis kepada pimpinan Polri dan pihak yang dirugikan;
  3. Kewajiban pelanggar untuk mengikuti pembinaan mental kepribadian, kejiwaan, keagamaan dan pengetahuan profesi, sekurang-kurangnya satu minggu dan paling lama satu bulan;
  4. Dipindahtugaskan ke jabatan berbeda yang bersifat demosi sekurang-kurangnya satu tahun;
  5. Dipindahtugaskan ke fungsi berbeda yang bersifat demosi sekurang-kurangnya satu tahun;
  6. Dipindahtugaskan ke wilayah berbeda yang bersifat demosi sekurang kurangnya satu tahun; dan/atau
    Pemberhentian Tidak Dengan Hormat atau disingkat PTDH sebagai anggota Polri.***