Editor : Totok Waluyo | Reportase : Didik Harmadi
Malang, Porosinformatif – Komunitas Senitorium X menggelar pameran karya seni rupa dengan mengambil tema ‘Dinner Party’ bertempat di Komplek Dewan Kesenian Malang Jl. Majapahit No. 3 Klojen-Malang.
Kegiatan yang digelar dengan melakukan protokol kesehatan ketat ini, dilaksanakan tanggal 25-30 Maret 2021 kemarin.
David Sugiarto Koordinator Pameran mengatakan, tema dari Dinner Party adalah mengajak audiens untuk menikmati karya-karya para perupa Senitorium X ketika menafsirkan secara visual keberadaan tempe.
Ditanya terkait tempe yang dipilih sebagai objek dalam pameran, dirinya menjawab karena secara pengalaman puitik memiliki kedekatan secara emosional dengan makanan tersebut. Yang saat ini keberadaannya sebagai makanan tradisional mulai ditinggalkan dan dilupakan.
“Proses kontemplasi dan interpretasi kami lakukan bersama teman-teman mulai bulan Agustus 2020 lalu. Dan tercetuslah tempe sebagai ide penciptaan karya dan selanjutnya kami gelar sebagai ruang apresiasi pada masyarakat,” terang David seraya menambahkan, secara kontens pameran ini mengeksplorasi berbagai isue, hasil pengembaraan pikir.
Adapun peserta pameran yang tergabung dalam Komunitas Senitorium X adalah David Sugiarto, Yoyok Siswoyo, Tamtama Anoraga, Suryanto, Jamaludin, Koko Sujadmiko, dan Dewi Jasmine.
Dengan bahasa hati dan laku, tujuh perupa Malang tersebut membahasakan impresi, kepedulian, ekspektasi terhadap isu kekinian hoax, digitalisasi, konflik pangan dan pandemi lewat visual baik dua dimensi maupun tiga dimensi.
Sementara di tempat yang sama, Akhmadi Budi Santoso atau biasa dipanggil Leck Kurator Pameran menyampaikan, kurasi Dinner Party diawali kegelisahan teman-teman komunitas Senitarium X yang mencoba menafsirkan keberadaan tempe sebagai bagian budaya pangan.
Budaya pangan selalu menjadi bagian penting dari keberadaan manusia. Dimana manusia telah mengembangkan keunikan olahan pangan menjadi identitas dari masyarakat berasal.
Salah satunya adalah tempe yang berasal dari Indonesia dan telah dikenal sejak jaman kuno. Yang mana keberadaan sebenarnya sudah tercatat di serat centini tentang tempe dari kata tampi yaitu berujut kedelai yang difermentasi.
“Lewat sejarah panjang pangan dan prosesnya serta keberadaan tempe, komunitas Senitorium X yang kuat dalam bereksperimen dan bereksplorasi dalam karya inovatif, selanjutnya mencoba menafsirkan secara visual keberadaan tempe dalam bentuk karya seni,” jelas Leck.
Masih kata Leck, dalam kesempatan ini para seniman diberi kebebasan menafsirkan secara visual tentang tempe.
“Karena adanya pengalaman batin berbeda di tiap para seniman. Maka hasil karyapun beragam. Ada yang melihat dari prespektif proses pengolahannya, rasanya, seratnya serta aspek lokalitasnya,” ujarnya.
Sebagai contoh karya David Sugiarto berjudul Choice, seni instalasi berbentuk tonggak-tonggak di atasnya tersaji berbagai makanan tradisi, yang mencoba berbicara kekayaan pangan hasil budaya Indonesia.
“Apabila kita tidak mampu merawat, mengembangkan makanan tempe tradisional akan menyisakan artefak dan tinggal puing-puing,” papar Leck menambahkan.
Sebagai catatan akhir David Sugiarto Koordinator Pameran mengajak, mengetuk hati dan pikiran seluruh masyarakat tentang pentingnya pemahaman ke-Indonesia-an melawan budaya asing serta bagaimana hidup di tengah budaya digital. Sehingga masyarakat tidak tercerabut dari identitas budayanya sendiri.(*)