Editor : Totok Waluyo | Reportase : Totok Waluyo
Buleleng, Porosinformatif – Gubernur Bali Wayan Koster menyerahkan sertifikat hak milik (SHM) tanah sebanyak 720 sertifikat kepada warga Desa Sumberklampok, Gerokgak, Buleleng pada hari Selasa (18/5/2021).
Acara penyerahan SHM kepada warga desa, melalui tes kesehatan Rapid Test Antigen dan mematuhi protokol kesehatan ketat.
Dalam sambutannya, Koster mengucapkan terima kasih kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang RI serta Kepala Badan Pertanahan Provinsi Bali dan jajaran atas kebijakan dan kerja kerasnya dalam menyelesaikan sertifikat tanah warga Desa Sumberklampok.
Menurutnya, permasalahan tanah di Desa Sumberklampok ini telah mengalami perjuangan yang cukup panjang yaitu selama 61 tahun, sejak tahun 1960.
Koster menerangkan bahwasanya pemberian SHM kepada warga desa merupakan hal yang pantas dilakukan. Mengingat warga desa sudah menempati tanah tersebut turun menurun dari tahun 1923 silam pada saat perabasan hutan untuk dijadikan kawasan perkebunan oleh Pemerintah Belanda (eigendom verpoonding).
“Namun warga belum memiliki tanda bukti kepemilikan yang sah. Luasnya sebesar 612,93 hektar,” ujar Koster.
Pria asal Sembiran Buleleng inipun lebih dalam menjelaskan, setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, maka kawasan perkebunan yang semula dikuasai oleh Pemerintah Belanda menjadi tanah milik negara (Pemerintah Pusat).
“Kemudian Pemerintah Pusat menyerahkan tanah tersebut kepada Pemerintah Provinsi Bali dengan Surat Keputusan Nomor 797/Ka pada tanggal 15 September 1960,” jelasnya.
Kemudian pada tanggal 16 Juni 1961, Pemerintah Provinsi Bali menyerahkan lahan tersebut untuk selanjutnya dikelola oleh Yayasan Kebaktian Proklamasi/Veteran untuk diusahakan dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Bali No. 715/A.3/2/31 dengan warga Desa Sumberklampok sebagai pekerjanya.
Karena pengelolaan dinilai tidak memberikan hasil yang nyata bagi peningkatan kesejahteraan para pejuang/veteran beserta keluarga maka Dewan Pimpinan Daerah Legiun Veteran RI Provinsi Bali selaku Pembina Yayasan Kebaktian Proklamasi Provinsi Bali, “Tertanggal 5 Juli 2010 yayasan mengembalikan lahan tersebut kepada Pemerintah Provinsi Bali melalui surat nomor 132/UM/1/S/MDLV/VII/2010,” sambungnya.
Selama menggarap dan menguasai tanah tersebut, warga belum memiliki bukti hak kepemilikan atas tanah yang ditempati sebagai tempat tinggal dan lahan garapan.
“Kondisi ini terus berlanjut, karena ketika warga mengajukan permohonan hak milik, belum ada kesepakatan antara Pemerintah Provinsi Bali dengan pihak warga, sehingga warga tidak memiliki kepastian hukum atas tanah yang ditempati dan digarap,” kata Ketua DPD PDIP Provinsi Bali ini, seraya prihatin akan nasib warga yang semakin tidak jelas saat itu, mengingat sejak tahun 1993 masa pengelolaan tanah oleh Yayasan Kebaktian Proklamasi telah berakhir.
“Atas dasar inilah, sekitar bulan Agustus tahun 2019, Kepala Desa, Bendesa Adat, dan Tokoh Masyarakat Desa Sumberklampok melakukan audiensi kepada saya, menyampaikan aspirasi dan keluh kesah warga yang menginginkan agar tanah yang ditempati dan digarap dapat dimohonkan menjadi hak milik dengan diterbitkannya sertifikat hak atas tanah,” paparnya.
Pada kesempatan audiensi tersebut, Gubernur Koster mempertimbangkan aspirasi warga dan meminta waktu untuk mempelajari sejarah serta fakta tanah di Desa Sumberklampok.
“Setelah mempelajari dokumen riwayat tanah, dan melakukan pembahasan dengan Badan Pertanahan Nasional Provinsi Bali, saya dapat mempertimbangkan permohonan warga untuk memperoleh hak atas tanah yang ditempati dan digarap melalui kebijakan Reforma Agraria,” tegasnya.
Adapun yang dijadikan sebagai dasar pertimbangan adalah : secara faktual warga telah menempati/menggarap tanah secara turun temurun sejak tahun 1923; kedua, warga telah berjuang untuk memperoleh hak atas tanah yang ditempati/digarap sejak tahun 1960; ketiga, secara faktual telah terbentuk Desa Adat Sumberklampok sejak tahun 1930; keempat, secara faktual telah terbentuk Desa Dinas Desa Sumberklampok sejak tahun 1967, kemudian menjadi Desa dinas yang definitif pada tahun 2000.
“Nah selanjutnya saya undang Kepala Desa, Bandesa Adat, dan tokoh masyarakat Desa Sumberklampok (Tim Sembilan) untuk melakukan pertemuan guna membahas komposisi pembagian tanah antara Pemerintah Provinsi Bali dengan pihak warga,” beber Koster.
Setelah melalui diskusi yang mendalam, akhirnya ditemui komposisi pembagian yang saling menguntungkan.
“Dari total tanah garapan seluas 514,10 hektar sebesar 30% (154,23 hektar) untuk Pemerintah Provinsi Bali dan sebesar 70% (359,87 hektar) untuk pihak warga,” urainya.
Dengan demikian, pihak warga memperoleh tanah dengan total luas mencapai 458,70 hektar atau sekitar 74,84% (terdiri dari tempat tinggal dengan luas 65,55 hektar, fasilitas umum dan jalan dengan luas 33,28 hektar, dan tanah garapan dengan luas 359,87 hektar).
“Menurut hemat saya, kebijakan ini sudah merupakan keputusan yang sangat arif dan bijaksana dengan menunjukkan keberpihakan penuh kepada pihak warga Desa Sumberklampok,” jelasnya seraya bersyukur.
Dari total 800 sertifikat, hari ini masih terealisasi 720 sertifikat dan sisanya akan dibagikan di lain hari.
“Astungkara, pada hari ini, sudah dapat diserahkan sebanyak 720 sertifikat hak milik tanah tempat tinggal kepada warga Desa Sumberklampok. Apa yang diperoleh oleh warga sudah sepatutnya disyukuri dengan penuh perasaan yang sedalam-dalamnya. Saya pun ikut berbahagia karena dengan niat tulus dan lurus telah berhasil mengupayakan, sehingga pada akhirnya warga Desa Sumberklampok telah memperoleh sertifikat hak milik secara gratis yang dibiayai penuh dari APBN,” tutup Koster.(*)