Oleh:
Anak Agung Sagung Aristayuni
Fakultas Hukum
Universitas Udayana
Pemenang Kedua Lomba Esai
Fakultas Hukum Universitas Mahasaraswati Denpasar dengan The People’s Law Centre
Pesatnya perkembangan zaman membuat keperluan masyarakat terhadap informasi serta teknologi kian meningkat dan tentunya sangat krusial bagi keberlangsungan hidup manusia.
Seiring meningkatnya kreativitas dan kapabilitas manusia, yang diiringi perkembangan teknologi yang sangat pesat, manusia berhasil mengembangkan berbagai macam teknologi modern sebagai media untuk berkomunikasi, seperti komputer, laptop, smart phone, dan lainnya.
Instagram merupakan aplikasi untuk berbagi atau mengunggah foto maupun video, yang memudahkan penggunanya agar dapat mengabadikan moment, merekam vidio, memperindah foto dengan menggunakan filter instagram, yang kemudian dapat dishare lebih luas pada media sosial lainnya, termasuk instagram itu sendiri.
Sebagai salah satu sosial media yang cukup fenomenal di kalangan generasi muda, instagram memiliki fitur multiple accounnt yang dapat memudahkan penggunanya untuk dapat menggunakan dua akun atau lebih pada satu aplikasi. Adanya kemudahan ini, tidak sedikit yang menyalahgunakan multiple account menjadi fake account atau akun palsu.
Media sosial sering kali menjadi tempat untuk mengeluarkan ekspresi dan pendapat, baik dalam bentuk lisan, tulisan, maupun argumen. Tidak hanya pada akun selebritas saja yang kerap terlihat dikomentari kritik tajam oleh pengguna fake account, namun tidak jarang juga pada akun Badan Eksekutif Mahasiswa maupun pada akun Dewan Perwakilan Mahasiswa yang kerap memposting terkait kegiatan yang sedang dijalani, informasi mahasiswa maupun beasiswa, hingga postingan terkait kebijakan kampus juga sering kali terlihat dikomentari oleh pengguna fake account.
Menyalurkan pendapat merupakan Hak Asasi Manusia (selanjutnya disebut HAM) yang dilindungi konstitusi. Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut dengan UUD NRI Tahun 1945) mengatur bahwa “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”.
Selain itu, hak kebebasan berpendapat juga dilindungi dalam International Covenant On Civil And Political Rights (selanjutnya disebut ICCPR) yang telah dirativikasi melalui Undang-Undang No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik dijamin dalam Pasal 19 ayat (2) ICCPR.
Saat ini, setiap orang secara legal dapat menyampaikan kritiknya terhadap setiap kebijakan kampus yang dirumuskan oleh lembaga terkait, sehingga apabila kebijakan tersebut tidak memenuhi standar kebutuhan civitas akademika, maka kebijakan tersebut dapat dikendalikan oleh masyarakat di dalam kampus itu sendiri, namun proses kebebasan berpendapat tidak terlepas dari penyalahgunaan kebebasan berbicara karena hal tersebut dapat mengakibatkan perpecahan jangka panjang akibat dari kurangnya kontrol dari kebebasan berbicara itu sendiri.
Hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi tidak tergolong dalam nonderogable rights. Oleh karena itu, pelaksanaan hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi dapat dibatasi.
Disamping itu, Pasal 29 ayat Universal Declaration Of Human Rights juga mengatur hal yang sama dengan pengaturan diatas, bahwa kebebasan tersebut bukanlah kebebasan yang tanpa batas, melainkan kebebasan yang bersyarat, karena dalam setiap kegiatan yang dilakukan, akan selalu bersinggungan dengan hak orang lain. Begitu pula dalam penggunaan hak kebebasan berpendapat yang harus menghormati harkat dan martabat orang lain.(*/01)