Cegah Tumbuh dan Berkembangnya Kawasan Kumuh di Canggu, Simak Pemaparan Dosen Fakultas Teknik Unmas Denpasar

Badung, Porosinformatif| Siapa tidak mengenal Canggu, sebuah daerah di Bali yang berada di Kabupaten Badung dengan tingkat kepadatan penduduk lebih dari 5000 jiwa di luas wilayah 5,23 km2.

Berdasarkan tingkat kepadatan penduduk tersebut, Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kabupaten Badung menggelar kegiatan penyadaran publik guna mencegah tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh di Desa Canggu, Kecamatan Kuta Utara pada hari Kamis (8/8) lalu.

Selain itu, acara yang juga konsen membentuk/membina Kelompok Swadaya Masyarakat ini menghadirkan narasumber yang expert di bidangnya, yakni dosen dari Fakultas Teknik Universitas Mahasaraswati (Unmas) Denpasar, Ir. Anak Agung Gde Sutrisna, WP., S.T., M.T., IPU., ASEAN Eng.

Materi yang berjudul Pengelolaan Permukiman Kumuh mendukung Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan di Kecamatan Kuta Utara disampaikan Gde Sutrisna selama kurang lebih 1 jam.

Foto bersama seusai kegiatan

Ir. Anak Agung Gde Sutrisna, WP., S.T., M.T., IPU., ASEAN Eng. menyampaikan, maksud dari kegiatan hari ini adalah untuk meningkatkan kemampuan masyarakat maupun aparat terkait dalam rangka mencegah tumbuh dan berkembangnya Kawasan kumuh di wilayah Canggu.

Adapun tujuannya yaitu bisa terumuskan dan tersepakatinya rencana kegiatan dalam meningkatkan kualitas lingkungan agar terhindar dari kesan kumuh.

“Namun yang menjadi prioritasnya adalah terindentifikasi sejak dini permasalahan kumuh di lapangan, baik dari segi fisik maupun kualitas lingkungan Kawasan permukiman yang terduga kumuh,” tuturnya.

Untuk kawasan kumuh tersebut, dikatakan dosen muda FT Unmas Denpasar ini berada di daerah Padang Tawang, Babakan, Padang Linjong, dan Canggu dengan luas 64,37 Ha.

Ia menyebut beberapa indikator dan kriteria kumuh:

  1. Dari segi bangunan gedung: ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan tinggi, kualitas bangunan yang tidak memenuhi syarat.
  2. Segi jalan lingkungan: jaringan jalan tidak melayani seluruh permukiman dan kualitas permukaan jalan buruk.
  3. Segi drainase: tidak tersedia, tidak mampu mengalirkan limpasan air hujan, serta kualitas buruk.
  4. Segi pengelolaan persampahan: prasarana dan sistem pengelolaan persampahan tidak sesuai persyaratan teknis.
  5. Segi pengelolaan air limbah: prasarana dan sistem pengelolaan air limbah tidak sesuai persyaratan teknis.
  6. Segi sistem penyediaan air minum: akses air minum tidak tersedia dan kebutuhan individu tidak terpenuhi.
  7. Segi proteksi kebakaran: tidak tersedia.

Berdasarkan Pasal 102-121 PP Nomor 14 Tahun 2016, pola penanganan wilayah kumuh dibagi dua, pencegahan dan peningkatan kualitas.

“Untuk pencegahan ada dua tahap, pengawasan dan pengendalian, serta pemberdayaan masyarakat. Sedangkan untuk peningkatan kualitas, ada penetapan lokasi, pola-pola penanganan serta pengelolaan,” katanya menjelaskan.

Pencegahan tumbuh dan berkembangnya lingkungan kumuh, menurut Gde Sutrisna sesuai dengan dasar hukum yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Di antaranya:

  1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman,
  2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah,
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman,
  4. Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembagunan Berkelanjutan,
  5. Peraturan Menteri PUPR Nomor 14 Tahun 2018 tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh,
  6. Peraturan Menteri PUPR Nomor 14 Tahun 2018 tentang Peran Masyarakat dalam Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman.

“Semoga dengan diadakannya kegiatan seperti ini secara berkesinambungan, permasalahan wilayah kumuh bisa teratasi mengingat Canggu ini adalah wilayah dengan tujuan wisatawan mancanegara,” pungkasnya.

Sementara Kepala Bidang Kawasan Permukiman pada Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kab. Badung, Ir. Ni Luh Made Ari Sugianthi, S.T., M.Si. menambahkan, salah satu bentuk terobosan inovasi dalam penataan kawasan kumuh adalahmtransformasi pengelolaan lingkungan hidup berbasis partisipasi masyarakat.

“Ini merupakan upaya kolaboratif masyarakat dengan pemerintah guna bersama-sama untuk menjaga dan menata kawasan permukiman kumuh dengan mengubah wajah kawasan menjadi kawasan asri dan bersih (Beautyfikasi). Terobosan inovasi tersebut dikemas dengan GAPURA KASIH (Gerakan Perubahan Perilaku Masyarakat mewujudkan Kawasan Asri dan Bersih),” tuturnya.***