Editor: Redaksi | Reportase: Totok Waluyo
Tabanan, Porosinformatif | Bicara tentang Pulau Pariwisata Bali, siapa yang tidak mengenal Desa Wisata. Hampir sebagian besar wilayah yang ada di Pulau Dewata sebutan Bali merupakan Desa Wisata.
Lantas apa itu Desa Wisata? Menurut Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 angka 7 Perda Kabupaten Tabanan No 11 Tahun 2018 Tentang Desa Wisata dikatakan bahwa Desa Wisata adalah suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tatacara dan tradisi yang berlaku.
Dosen Fakultas Hukum Universitas (Unmas) Denpasar Dr. Drs. I Made Wena, M.Si. menjelaskan lebih rinci terkait Desa Wisata berbasis Kearifan Lokal saat menjadi penyuluh aksi sosial FH Unmas Denpasar di Desa Tista Kecamatan Kerambitan, Tabanan, Sabtu (29/1/2022).
Desa Wisata memiliki 4 klasifikasi, diterangkannya yaitu Desa Wisata Rintisan, Desa Wisata Berkembang, Desa Wisata Maju, dan Desa Wisata Mandiri.
Dasar Hukum mengenai Desa Wisata diatur dalam UU RI No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan, PP No. 67/1996 tentang Penyelengaraan Kepariwisataan; PP No. 50/2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 20102025; Perda Bali No. 2/2012 Tentang Kepariwisataan Budaya Bali; Perda Bali No. 5/2020 Tentang Standar Penyelenggaraan Kepariwisataan Budaya Bali; Perda Kabupaten Tabanan No. 11/2018 Tentang Desa Wisata.
“Desa wisata tidak ada definisi yang standar, selalu bergeser. Dan yang pasti ada 3 item utama desa wisata yang harus dipenuhi, yaitu Desa Wisata harus ada daerah tujuan wisata. Jadi disini desa wisata sebagai subjek, bukan objek lagi. Kedua ada homestay, yaitu rumah penduduk yang bisa disewakan, dan ketiga ada suvenir khas daerahnya,” terang Wena seraya menambahkan untuk komponen penunjang Desa Wisata adalah fasilitas yang disediakan, manajemen pengelolaan, dan pemasaran secara digital.
Ia juga menyampaikan pola Pentahelix. Yaitu bersinergi dengan lima unsur dalam masyarakat, “ini sangat penting sekali. Mau tidak mau harus dilakukan,” tegasnya.
Pertama bersinergi dengan sesama komunitas Desa Wisata, kedua pemerintahan, ketiga pelaku bisnis, keempat akademisi, dan yang terakhir media.
Dalam closing statementnya, Wena berpesan untuk Desa Wisata harus mengenali kekuatan dari dalamnya dulu seperti, pesona alamnya, keunikan tradisinya, keanekaragaman hayatinya, seni dan budayanya, dan jika bisa mempunyai keunikan tersendiri.(*)