Opini:
I Gede Virda Wahyudi Chandra
Mahasiswa Magister Ilmu Hukum
Fakultas Hukum Dwijendra University
Malang, 1 Oktober 2022 pukul 22.00 WIB, merupakan malam yang tidak akan pernah terlupakan oleh warga Malang dan juga Indonesia.
Tragedi kemanusiaan yang menewaskan lebih dari 130 warga sipil, mulai dari orang dewasa hingga anak-anak, tentu saja kejadian tersebut berawal dari pertandingan sepak bola antara Arema FC vs Persebaya Surabaya, dengan skor akhir 2-3 untuk kemenangan Persebaya Surabaya.
Kekalahan tersebut akhirnya menyulut beberapa oknum suporter dari Arema FC turun ke lapangan untuk melakukan protes.
Pada awalnya hanya beberapa saja yang turun hingga pada akhirnya ratusan suporter turun untuk melakukan penyerangan terhadap pemain bahkan petugas keamanan untuk melampiasakan rasa kekecewaan tersebut.
Melihat kondisi yang sudah tidak kondusif, petugas kepolisian menembakkan gas air mata ke arah tribun penonton yang mengakibatkan kepanikan.
Sehingga terjadilah insiden desak-desakan yang menjadi awal dari tragedi memilukan Kanjuruhan.
Lantas, siapa yang bertanggung jawab atas kejadian tersebut?
Bila dilihat dari kacamata hukum, tentu kejadian tersebut merupakan kejadian kemanusiaan, bisa disebut pelanggaran HAM, yang diduga melanggar beberapa pasal antara lain:
- FIFA Stadium Safety and Security Regulations.
Pada pasal 19 tentang Pitchside stewards huruf b) tertulis, “No firearms or ‘crowd control gas’ shall be carried or used.” - Pasal 359 dan 360 KUHP tentang Kelalaian yang Menyebabkan Kematian dan Pasal 103 Juncto Pasal 52 UU RI Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan;
- Pasal 400 dan 401 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Pasal tersebut menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan genosida akan mendapatkan ancaman hukuman antara lain, pidana mati atau pidana penjara seumur hidup. Pidana penjara paling singkat 5 tahun, hingga paling lama 20 tahun.
- Pasal 360 Ayat (1) KUHP.
Barang siapa karena kesalahannya menyebabkan orang luka berat dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau hukuman kurungan selama-lamanya satu tahun. - Pasal 360 Ayat (2) KUHP.
Barang siapa karena kesalahannya menyebabkan orang luka sedemikian rupa sehingga orang itu menjadi sakit sementara atau tidak dapat menjalankan jabatannya atau pekerjaannya sementara.
Tentu pasal-pasal di atas siap mengikat pelaku dari tragedi di Kanjuruhan, namun apakah pihak kepolisian sepenuhnya bersalah? tentu tidak mengapa?
Dari pihak Kepolisian sebelumnya sudah melakukan tindakan preventif/pencegahan dengan mengirimkan surat kepada PT LIB terkait dengan jadwal pertandingan dengan pertimbangan keamanan sesuai dengan Surat Kepolisian Resort Malang, Nomor B/2156/IX/Pam.3.3./2022, tanggal 13 September 2022 perihal Permohonan perubahan jadwal Pertandingan Liga 1 Tahun 2022.
Aturan FIFA nomor 19 menyebutkan bahwa tidak diperbolehkan adanya alat crowd control (dalam hal ini gas air mata) di dalam stadion, dalam keadaan normal, namun peraturan FIFA nomor 9 dan 10 menyebutkan kewajiban adanya contingency dan emergency plan, untuk mengamankan bila terjadi kerusuhan.
Jadi jika terjadi kerusuhan yang berlaku adalah Emergency Plant yang dalam hal ini Polri menggunakan UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan terdapat dalam Peraturan Kapolri Nomor 9 Tahun 2019 tentang penindakan huru-hara, serta PROTAP Kapolri Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Penanggulangan Anarki.***