Denpasar, Porosinformatif| Fakultas Hukum (FH) Universitas Udayana (Unud) baru saja menggelar Sidang Terbuka Promosi Doktor Ilmu Hukum terhadap promovendus I Gusti Ngurah Ardita.
Disertasi yang berjudul, “Harmonisasi Hukum dalam Pengaturan Pembangunan dan Pengusahaan Bandar Udara” dipromotori oleh Prof. Dr. Ida Bagus Wyasa Putra, S.H., M.Hum. dengan Prof. Dr. Ibrahim R. S.H., M.H. dan Prof. Dr. Desak Putu Dewi Kasih, S.H., M.Hum. sebagai Ko-Promotor.
Sidang Terbuka yang digelar pada hari Jumat (6/10) dipimpin langsung oleh Dekan FH Unud Prof. Dr. Putu Gede Arya Sumerta Yasa, S.H., M.Hum. selaku Ketua Sidang.
Adapun para penguji yaitu Prof. Dr. Adi Sulistiyono, S.H., M.H., Prof. Dr. I Nyoman Suyatna, S.H., M.H., Dr. I Ketut Westra, S.H., M.H., Dr. I Dewa Gede Palgiuna, S.H., M.Hum., serta Dr. I Nyoman Bagiastra, S.H., M.H.
Setelah mempelajari disertasi yang disajikan maupun mempertimbangkan dari jawaban-jawaban yang dilontarkan General Manager The Nusa Dua itu, Tim Penguji memutuskan untuk mengangkat I Gusti Ngurah Ardita menjadi Doktor dalam Studi Ilmu Hukum dengan nilai yang diperoleh sangat memuaskan.
“Ini full team, semua pengujinya hadir hari ini untuk saudara promovendus. Termasuk terima kasih kepada pak Dekan yang hadir untuk memimpin sidang hari ini. Saudara I Gusti Ngurah Ardita mengerjakan disertasinya dengan passion yang kuat. Dia memahami persoalan yang diangkat dengan mendetail,” ujar Promotor Prof. Dr. Ida Bagus Wyasa Putra, S.H., M.Hum. dalam sambutannya usai pengumuman pengangkatan Doktor I Gusti Ngurah Ardita di Aula Fakultas Hukum Unud.
Di tempat yang sama, Ketua Sidang Prof. Dr. Putu Gede Arya Sumerta Yasa menyampaikan bahwa promovendus sudah bisa menyandang gelar Doktor setelah menempuh studinya selama 4 tahun 2 bulan dengan akhir ujian IPK 3.88.
Sementara, Dr. I Gusti Ngurah Ardita menyampaikan, mengapa dirinya mengambil judul tersebut. Ia mengatakan bahwa penelitian yang dilakukannya diharapkan dapat memberikan kepastian hukum sebagai acuan dan pedoman dalam pelaksanaan kegiatan perencanaan, pembangunan, pengusahaan, serta pengembangan bandar udara.
Dalam penuturannya saat sidang, dirinya menyebut adanya disharmonisasi hukum di Indonesia terkait pengaturan tentang perencanaan, pembangunan, pengusahaan, serta pengembangan bandar udara.
Dua permasalahan yang menurutnya sangat patut dikaji, seperti adanya konflik norma pengaturan dalam ketentuan Pasal 121 UU Nomor 1 Tahun 2009 dengan Pasal 10 ayat (2) Peraturan Menteri Perhubungan NOmor 87 Tahun 2016.
Yang kedua, disebutkannya ada kekosongan norma terkait kewajiban untuk penyusunan Feasibility Study sebagai salah satu persyaratan dalam mengajukan usulan rencana pembangunan bandar udara oleh pemrakarsa.
“Dengan adanya disharmonisasi dalam pengaturan pembangunan dan pengusahaan bandar udara, maka harus dilakukan langkah harmonisasi hukum terhadap Peraturan Perundang-undangan yang mengatur tentang pembangunan dan pengusahaan bandar udara yang berlaku,” tuturnya.
Adapun langkah-langkah yang diambil, menurutnya:
- Melakukan perubahan terhadap Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 87 Tahun 2016 tentang Tata Cara dan Prosedur Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Bandar Udara dan Persetujuan Pengembangan Bandar Udara, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 39 Tahun 2019 tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional dan keputusan Menteri Perhubungan Nomor 166 Tahun 2019 tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional, dengan melakukan penyesuaian terhadap ketentuan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor: 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan dan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2012 tentang Pembangunan dan Pelestarian Lingkungan Hidup Bandar Udara.
- Untuk mengantisipasi perkembangan pola pembangunan dan pengusahaan bandar udara ke depan sesuai dengan perkembangan pada tingkat Internasional, serta tersedianya Peraturan Perundang-Undangan yang dapat memberikan kepastian hukum bagi Pemrakarsa pembangunan bandar udara, maka disarankan untuk melakukan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan khususnya yang terkait dengan Kebandarudaraan, beserta Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri terkait. Dalam perubahan ini, materi pengaturannya ditekankan pada hal-hal yang bersifat strategis yang diatur pada tingkat Undang-Undang, sedangkan pada tingkat Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri mengatur hal-hal yang bersifat teknis dan administratif sebagai tindaklanjut ketentuan yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang.
“Hal yang sangat penting yang perlu diatur secara tegas dalam Undang-Undang adalah terkait dengan peran Pemerintah, dan persyaratan Feasibility Study dalam pengaturan perencanaan pembangunan dan pengusahaan bandar udara,” pungkasnya.***