Denpasar, Porosinformatif| Di tengah semakin berkembangnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya melindungi karya cipta dan produk lokal, masih banyak kesalahpahaman terkait istilah dan cakupan Hak Kekayaan Intelektual (HKI).
Masyarakat sering mencampuradukkan istilah “mematenkan” untuk semua jenis kekayaan intelektual, padahal setiap jenis HKI memiliki pengertian, objek perlindungan, dan dasar hukum yang berbeda.
Hal tersebut disampaikan oleh Dr. Anak Agung Sagung Ngurah Indradewi, S.H., M.H., Dosen Magister Hukum Universitas Dwijendra dalam sebuah diskusi akademik bertajuk “Mari Mengenal HKI Supaya Tidak Salah Kaprah Penggunaan Paten Mempaten.”
Menurut Dr. Indradewi, fenomena di masyarakat saat ini cukup menarik dan bahkan bisa dikatakan positif. Pasalnya, masyarakat mulai melirik kembali kekayaan budaya lokal sebagai aset intelektual yang bernilai.
“Namun kegairahan ini belum diimbangi dengan pemahaman yang memadai terhadap sistem perlindungan HKI,” ujarnya.
Ia mencontohkan, banyak masyarakat yang ingin mematenkan lagu ciptaan, makanan khas daerah, bahkan batik atau rendang.
Padahal, kata “paten” secara hukum hanya berlaku untuk perlindungan invensi di bidang teknologi yang bersifat baru, mengandung langkah-langkah inventif, dan dapat diterapkan dalam industri, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 65 Tahun 2024 tentang perubahan ketiga atas UU No. 13 Tahun 2016 tentang Paten.
“Jadi tidak tepat jika lagu atau makanan khas daerah disebut ingin dipatenkan.Lagu masuk dalam ranah Hak Cipta, sedangkan makanan khas bisa dilindungi melalui Indikasi Geografis, bukan Paten,” tegasnya.
Lebih lanjut Dr. Indradewi menjelaskan tujuh bentuk utama HKI yang diatur dalam sistem hukum Indonesia:
- Hak Cipta
Dilindungi melalui UU No. 28 Tahun 2014 , mencakup karya di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra seperti buku, musik, menari, seni rupa, program komputer, hingga fotografi. - Paten
Memberikan hak eksklusif kepada penemu atas invensinya di bidang teknologi, baik dalam bentuk Paten Biasa maupun Paten Sederhana. - Merek dan Indikasi Geografis
Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2016, merek bertujuan mengidentifikasi pemilik produk, sedangkan indikasi geografis tekanan asal dan kualitas produk berdasarkan lokasi tertentu. - Desain Industri
Diatur dalam UU No. 31 Tahun 2000, melindungi kreasi estetika berupa bentuk, konfigurasi, garis, atau warna yang digunakan dalam produk industri atau kerajinan. - Desain dan Tata Letak Sirkuit Terpadu
Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2000 , melindungi tata letak dan struktur dari komponen elektronik seperti sirkuit terpadu (IC). - Rahasia Dagang
Diatur dalam UU No. 30 Tahun 2000 , mencakup bisnis atau teknologi yang bernilai informasi ekonomi dan dirahasiakan oleh pemiliknya. - Perlindungan Varietas Tanaman
Berdasarkan UU No. 29 Tahun 2000, melindungi varietas baru tanaman yang memiliki ciri khas tertentu dan stabil dalam perbanyakan.
Menurutnya, semua bentuk kekayaan intelektual tersebut lahir melalui proses panjang yang melibatkan tenaga, waktu, dan biaya.
Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk memahami perbedaan dan perlindungan hukum dari masing-masing bentuk HKI.
“Pemahan yang benar akan mencegah kekeliruan dalam klaim perlindungan hukum, sekaligus memberikan kepastian hukum terhadap karya yang dimiliki masyarakat,” pungkas Dr. Indradewi.***