Praperadilan sebagai Pilar Keadilan Progresif di Indonesia

Oleh: Totok Waluyo, S.H., C.NSP., C.SC., C.MSP.
Advokat pada Law Firm James Richard and Partners

Bali, Porosinformatif| Dalam sistem hukum Indonesia, praperadilan merupakan mekanisme penting yang menjamin bahwa proses hukum pidana dijalankan secara adil dan tidak sewenang-wenang.

Sebagai advokat yang telah menangani berbagai perkara pidana, saya melihat bahwa praperadilan bukan sekadar prosedur teknis, melainkan wujud konkret dari perlindungan hak asasi manusia di hadapan hukum.

Apa Itu Praperadilan?

Secara yuridis, praperadilan diatur dalam Pasal 77–83 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Pada intinya, praperadilan memberikan ruang kepada tersangka atau keluarganya untuk mengajukan permohonan pemeriksaan terhadap sah tidaknya penangkapan, pengasingan, pengungkapan penyidikan, atau penangkapan tersangka yang dilakukan oleh aparat penegak hukum.

Namun dalam praktiknya, praperadilan juga telah berkembang menjadi sarana pengawasan terhadap tindakan aparat penegak hukum agar tetap berada dalam koridor hukum.

Dalam beberapa tahun terakhir, kita menyaksikan sejumlah kasus penting yang menyoroti praperadilan, seperti gugatan terhadap penetapan tersangka oleh KPK atau Polri.

Salah satu yang paling kontroversial adalah keputusan praperadilan yang menggugurkan status tersangka atas dasar belum adanya pemeriksaan terlebih dahulu terhadap calon tersangka sebelum ditetapkan.

Putusan-putusan ini membuktikan bahwa praperadilan tidak hanya menjadi alat kontrol, tetapi juga alat koreksi yang sangat penting terhadap potensi kesewenang-wenangan aparat.

Namun, tantangan tetap ada. Beberapa kendala yang sering muncul antara lain:

  1. Minimnya pemahaman masyarakat tentang hak-haknya dalam proses hukum.
  2. Ketidaksiapan aparat penegak hukum dalam menghadapi permohonan praperadilan.
  3. Potensi mencakup praperadilan sebagai taktik penundaan (penundaan) perkara.

Praperadilan dan Prinsip Due Process of Law

Sebagai advokat, saya meyakini bahwa praperadilan adalah bagian dari prinsip due process of law — sebuah prinsip fundamental yang menjamin proses hukum harus adil, transparan, dan tidak melanggar hak-hak warga negara.

Dalam negara hukum, setiap tindakan aparat negara harus memiliki dasar hukum yang jelas.

Penangkapan tanpa surat perintah, dihilangkan tanpa alasan kuat, atau penetapan tersangka yang prematur merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap hak konstitusional seseorang.

Refleksi untuk Aparat Penegak Hukum

Saya mendorong agar lembaga penegak hukum memandang praperadilan sebagai bentuk check and balance, bukan sebagai ancaman.

Justru melalui mekanisme inilah, kepercayaan publik terhadap institusi hukum dapat dibangun secara perlahan dan berkelanjutan.

Aparat harus mematuhi prosedur hukum secara tertib, memperkuat kualitas penyidikan, serta mengedepankan asas praduga tak bersalah.

Selain itu, hakim praperadilan juga perlu mempertimbangkan secara objektif seluruh bukti dan argumentasi agar keputusannya mencerminkan keadilan substantif.

Sebagai bagian dari profesi hukum, saya melihat praperadilan sebagai napas demokrasi dalam hukum pidana kita.

Ia menjadi penjaga agar kekuasaan tidak kebablasan, dan hukum tetap menjadi panglima.

Praperadilan harus terus dikembangkan secara progresif dan konsisten agar masyarakat merasa benar-benar dilindungi oleh sistem hukum yang adil dan manusiawi.

“Keadilan bukan hanya tentang menghukum yang bersalah, tapi juga melindungi yang tidak bersalah.”
— Totok Waluyo, SH
Advokat pada Law Firm James Richard and Partners.***