Tanpa Pengetahuan Jurnalistik, Media Online Semakin Menjamur, Ini Usul SMSI Bali ke Dewan Pers

Denpasar, Porosinformatif| Menjamurnya keberadaan media online/siber nampaknya kian meresahkan ekosistem jurnalistik yang semestinya tumbuh sehat dan berkualitas.

Tanpa pengetahuan ilmu jurnalistik, siapa saja bisa mendirikan perusahaan dengan hanya bermodal website semata.

Berkaca pada peningkatan jumlah media online yang terus bertumbuh tak terkendali, Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Bali Emanuel Dewata Oja melontarkan gagasan pengaturan dan pengendalian pertumbuhan media online di tanah air agar tidak terjadi angka pertumbuhan yang nyaris tak terkendali.

Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers atau UU Pers memang menyebutkan semua warga negara berhak mendirikan lembaga pers sehingga data jumlah media online pada tahun 2020 saja, jumlah media online di seluruh Indonesia mencapai 50 ribu lebih. Angka ini belum termasuk perkembangan pada dua tahun setelah 2020.

“Mumpung ada wakil Ketua Dewan Pers datang ke Bali dan akan menggelar diskusi bekerja sama dengan SMSI Bali, saya ingin mengusulkan penertiban dan pengendalian pendirian media online. Mungkin untuk seluruh Indonesia, tetapi saya akan fokus saja untuk daerah Bali,” beber pria yang akrab dipanggil Edo ini di Denpasar, Kamis (25/5/2023).

Dewan Pers memang akan menggelar diskusi terkait manajemen media online di Bali pada Kamis (25 Mei 2023) yang difasilitasi Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik (Kominfos) Provinsi Bali.

Kegiatan digelar di aula Kantor Dinas Kominfos Bali pada pukul 14.30-18.00 Wita menghadirkan kurang lebih 50 orang wartawan media online yang bertugas di Bali.

Edo lantas menguraikan bahwa saat ini memang tidak ada satu pun regulasi yang berfungsi menertibkan pendirian media online.

Akibatnya kata Edo, hingga sekarang bertumbuh puluhan ribu media online di seluruh Indonesia. Di Bali saja sudah ada pada kisaran angka 300-500 media online.

“Celakanya, ada media yang didirikan oleh orang-orang yang tidak punya latar belakang pengetahuan jurnalistik sama sekali. Ada yang mantan sales sepeda motor punya uang 3 juta lalu bikin perusahaan dan digunakan untuk dijadikan media pers. Ada juga mantan security hotel bikin PT (Perseroan Terbatas) dan mengoperasikan media pers dengan PT yang didirikan. Kita bisa bayangkan seperti apa karya jurnalistik yang dihasilkan. Pasti sangat tidak profesional,” sentil Edo.

Lebih lanjut, Edo yang juga Wakil Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Bali ini, menjelaskan bahwa lebih buruk lagi, para pendiri Perusahaan Pers yang tak punya pengetahuan jurnalistik tersebut mengangkat dirinya sendiri sebagai Penanggung Jawab, Pemimpin Redaksi hingga menjadi wartawan.

Akibatnya, mereka hanya mengandalkan press release yang dikirim beberapa instansi.

Press release tersebut sama sekali tidak diutak-atik sesuai norma jurnalistik.

“Mereka langsung upload press release yang mereka dapatkan. Sering juga terjadi, mereka mengutip atau meng-copy berita media lain tanpa menghiraukan aturan-aturan untuk repost atau rewrite,” tuturnya.

Untuk mengatasi hal ini, Edo berpendapat bahwa Dewan Pers bisa berkoordinasi dengan beberapa instansi atau lembaga swasta yang secara regulatif berwenang menerbitkan badan hukum misalnya mendirikan PT, yayasan atau koperasi untuk perusahaan pers.

Dewan Pers bisa berkoordinasi dengan Kementerian Kumham, sehingga Kementerian Kumham dapat memberi instruksi atau aturan apapun kepada para pejabat pembuat Akte atau Notaris agar setiap orang yang mau mendirikan PT dengan KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia) Perusahaan Pers atau Media dapat mensyaratkan beberapa hal terkait aturan mendirikan perusahaan Pers atau Media.

“Misalnya pada saat mendirikan PT, Notaris bisa cek KBLI yang tercantum pada pasal 3 Akte Perusahaan (Untuk media online 63122, red). Siapapun yang mendirikan PT dengan KBLI perusahaan Media atau Pers harus menyertakan syarat-syarat tertentu yang sesuai dengan syarat pendirian Perusahaan Pers atau Media. Misalnya harus ada Kartu Uji Kompetensi Utama untuk seorang Pemimpin Redaksi, harus melampirkan data minimal 5 orang wartawan, di mana dua di antaranya harus mengantongi kartu Uji Kompetensi. Dengan begitu saya kira tidak akan ada lagi mantan sales sepeda motor mendirikan media,” urai Edo.

Hal seperti ini, jelas Edo tidak akan dituding sebagai pembatasan Kebebasan Pers yang diamanatkan era reformasi. Karena penekanan Kebebasan Pers adalah pada karya jurnalistik yang memenuhi standar.

“Bukan pada bagaimana orang bebas mendirikan perusahaan,” tandas Edo.

Untuk diketahui Pasal 9 UU Pers menetapkan setiap perusahaan pers harus berbentuk badan hukum Indonesia. Tidak ada penjelasan tentang jenis badan hukum apa yang harus dipilih.

Contoh bentuk badan hukum di Indonesia antara lain adalah Perseroan Terbatas (PT), Yayasan, dan Koperasi.

Namun, Dewan Pers menetapkan badan hukum lembaga pers harus PT. Dalam Surat Edaran Dewan Pers disebutkan:

“Setiap perusahaan pers harus berbentuk badan hukum Indonesia” (Pasal 9 Ayat (2) UU No. 40/1999). Sesuai Standar Perusahaan Pers, badan hukum Indonesia yang dimaksud di atas berbentuk Perseroan Terbatas (PT) atau badan-badan hukum lainnya yang dibentuk berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Badan hukum lainnya yaitu yayasan atau koperasi.”

Syarat Badan Hukum

Menurut Dewan Pers, ketentuan badan hukum ini merupakan salah satu upaya perlindungan terhadap jurnalis (wartawan) dalam menjalankan pekerjaannya untuk mendapat kepastian hukum.

Untuk pendirian PT diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Perizinan yang diperlukan bagi beroperasinya suatu PT antara lain adalah:

  1. Pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM;
  2. Surat Domisili;
  3. NPWP;
  4. SIUP;
  5. TDP;
  6. Izin-izin teknis lainnya dari departemen teknis terkait.

Badan hukum PT ini menjadi jaminan sebuah media memenuhi syarat dalam UU Pers sebagai lembaga pers atau perusahaan media.

Pasal 12 UU Pers menyebutkan, perusahaan pers diwajibkan untuk mengumumkan nama, alamat dan penanggung jawab secara terbuka melalui media yang bersangkutan; khusus untuk penerbitan pers ditambah nama dan alamat percetakan.

Selain itu, Dewan Pers menetapkan bahwa perusahaan pers tersebut juga harus mengacu pada Standar Perusahaan Pers.***